MENERAWANG KEMATIAN LPM SUKMA (PART 7)



MAHFUDISME Berbicara tentang LPM  Sukma, seperti membuka sebuah kotak kenangan, yang begitu dibuka isinya membanjiri seluruh pikiran saya. Banyak cerita yang sudah dituliskan oleh yang lainnya, dan ini hanya sebagian kecil dari yang saya lalui bersama mereka.  Saya ingat ini adalah organisasi pertama yang saya ikuti,  disini saya di tempa dan diberikan banyak pelajaran tentang makna kehidupan.

Saya bergabung pada awal masa perkuliahan, yang artinya status saya masih mahasiswa baru (Pada masa itu),  bersama-sama dengan teman seangkatan saya dan beberapa kaka senior di kampus mengikuti kegiatan PENA Sukma 2013.  Semuanya berjalan dengan lancar seperti yang dikatakan sebelumnya, kami masuk dengan berbagai kemudahan dan kelonggaran, PJTD pun di laksanakan gabungan dengan beberapa LPM dari universitas lain yang ada di Banjarmasin, peserta yang mengikuti bisa lulus menjadi anggota penuh LPM Sukma dan yang tidak mengikuti pun tetap bisa masuk sebagai anggota penuh, entahlah saya tidak mengerti seperti apa sistem yang terdahulu.

Perlahan teman-teman angkatan saya tersisih oleh waktu, hingga sekarang hanya 6 orang tersisa dari kami.  Di angkatan saya dulu cuma punya dua orang perempuan yang satu udah lulus tinggallah saya sendiri,  saya mencoba bertahan dengan kemampuan di bawah rata-rata untuk organisasi yang disebut pers mahasiswa, karena  saya tidak pandai menulis seperti Bang Mahfud, tidak mengenal sastra  seperti bang Ali dan bang Syarif,  tidak pandai fotografi  seperti bang Furqan,  bahkan tidak pandai dalam komunikasi dan bicara seperti bang Rizal. 

Dibanding mereka, saya hanya bisa menulis fiksi di akun pribadi atau mencoba menulis isu sosial yang akhirnya tidak selesai juga.  Entahlah saya lebih suka mendiskusikan sesuatu ketimbang menuliskannya.  Meskipun saya tau begitu banyak manfaat menulis ketimbang hanya membicarakan dengan orang lain.

Di Sukma saya diberikan beberapa kali tanggung jawab besar yang bahkan saya sendiri tidak yakin apa yang saya lakukan selama berada di posisi itu, sudah benar atau tidak, kadang saya berfikir kenapa mereka memilih saya yang tidak bisa apa-apa?  Untuk apa mempertahankan seseorang yang bahkan tidak bisa menulis untuk seseorang yang disebut jurnalis? 

Tapi mereka menerima saya menjadi bagian dari mereka, bersama mereka saya belajar bagaimana cara negosiasi, membuat proposal kegiatan,  pencairan dana,  mencari sponsorship,  metode pemasaran yang efektif dan banyak hal lainnya yang tentu saja tidak ditemukan dibangku perkuliahan.
Jika ditanya bagaimana  saya melihat Sukma sekarang, saya seperti melihat sebuah rumah yang secara fisik berada di UIN Antasari Banjarmasin, sebuah wadah yang dapat menampung  segala pemikiran dan kreatifitas anggotanya,  sebuah tempat dimana kita bisa saling berkumpul dan berbagi informasi serta ilmu pengetahuan. 

Tapi sejatinya yang ada dalam pikiran saya Sukma adalah "mereka" yang selalu berusaha menjaga rumah itu agar tetap berdiri kokoh, membuatnya benar-benar seperti rumah yang menjadi tempat dimana kata "pulang" akan di sematkan dan bagimana mereka menjaga loyalitas dan solidaritas penghuninya. Kuantitas tidak menunjukkan kesuksesan tapi kualitas lah yang akan membuktikan. Ya itu saja dari saja.

Penulis: Jahidatunnisa, S.Pd., pernah menjadi bagian dari LPM Sukma tahun 2013. Sekarang bekerja di Gerai BRI Link dan menetap di Sebabi, Kalimantan Tengah.
Editor: MAHFUDISME

Post a Comment

0 Comments