MAHFUDISME - Berbicara
tentang LPM Sukma, seperti membuka sebuah kotak kenangan, yang begitu dibuka isinya membanjiri seluruh pikiran saya. Banyak cerita yang sudah dituliskan oleh yang lainnya, dan ini hanya sebagian kecil dari yang saya lalui bersama
mereka. Saya ingat ini adalah organisasi
pertama yang saya ikuti, disini saya di
tempa dan diberikan banyak pelajaran tentang makna kehidupan.
Saya
bergabung pada awal masa perkuliahan,
yang artinya status saya masih mahasiswa baru (Pada masa itu),
bersama-sama dengan teman seangkatan saya dan beberapa kaka senior di
kampus mengikuti kegiatan PENA Sukma 2013.
Semuanya berjalan dengan lancar seperti yang dikatakan sebelumnya, kami masuk dengan berbagai kemudahan dan kelonggaran, PJTD pun di
laksanakan gabungan dengan beberapa LPM dari universitas lain yang ada di Banjarmasin, peserta
yang mengikuti bisa lulus menjadi anggota penuh LPM Sukma dan yang tidak
mengikuti pun tetap bisa masuk sebagai anggota penuh, entahlah saya tidak
mengerti seperti apa sistem yang terdahulu.
Perlahan
teman-teman angkatan saya tersisih oleh waktu, hingga sekarang hanya 6 orang tersisa dari kami. Di angkatan saya dulu cuma punya dua orang
perempuan yang satu udah lulus tinggallah saya sendiri, saya mencoba bertahan dengan kemampuan di
bawah rata-rata untuk organisasi yang disebut pers mahasiswa, karena saya tidak pandai menulis seperti Bang
Mahfud, tidak mengenal sastra seperti
bang Ali dan bang Syarif, tidak pandai
fotografi seperti bang Furqan, bahkan tidak pandai dalam komunikasi dan bicara seperti bang Rizal.
Dibanding
mereka, saya hanya bisa menulis fiksi di
akun pribadi atau mencoba menulis isu sosial yang akhirnya tidak selesai juga. Entahlah saya lebih suka
mendiskusikan sesuatu ketimbang menuliskannya.
Meskipun saya tau begitu banyak manfaat menulis ketimbang hanya
membicarakan dengan orang lain.
Di
Sukma saya diberikan beberapa kali tanggung jawab besar yang bahkan saya
sendiri tidak yakin apa yang saya lakukan selama berada di posisi itu, sudah benar atau tidak, kadang saya berfikir kenapa mereka
memilih saya yang tidak bisa apa-apa?
Untuk apa mempertahankan seseorang yang bahkan tidak
bisa menulis untuk seseorang yang disebut jurnalis?
Tapi
mereka menerima saya menjadi bagian dari mereka, bersama mereka saya belajar
bagaimana cara negosiasi, membuat proposal kegiatan, pencairan dana, mencari sponsorship, metode pemasaran yang efektif dan banyak hal
lainnya yang tentu saja tidak ditemukan dibangku
perkuliahan.
Jika
ditanya bagaimana saya melihat Sukma
sekarang, saya seperti melihat sebuah rumah yang secara fisik berada di UIN
Antasari Banjarmasin, sebuah wadah yang dapat menampung segala pemikiran dan kreatifitas
anggotanya, sebuah tempat dimana kita
bisa saling berkumpul dan berbagi informasi serta ilmu pengetahuan.
Tapi
sejatinya yang ada dalam pikiran saya Sukma adalah "mereka" yang
selalu berusaha menjaga rumah itu agar tetap berdiri kokoh, membuatnya
benar-benar seperti rumah yang menjadi tempat dimana kata "pulang"
akan di sematkan dan bagimana mereka menjaga loyalitas dan solidaritas
penghuninya. Kuantitas tidak menunjukkan kesuksesan tapi kualitas lah yang akan
membuktikan. Ya itu saja dari saja.
Penulis: Jahidatunnisa, S.Pd., pernah menjadi bagian dari LPM Sukma tahun 2013.
Sekarang bekerja di Gerai BRI Link dan menetap di Sebabi, Kalimantan Tengah.
Editor: MAHFUDISME
0 Comments