MAHFUDISME - Kemarau kali ini cukup bikin batin seseorang berakrobat. Masyarakat kelas
bawah berkomentar atas kemarau ini sebagai peringatan bahkan pertanda azab yang
begitu halus, atau malah sangat kasar coraknya di kepala kita atas fenomena
alam yang kian tak tentu ini.
Di masyarakat kampung yang mempertahankan kepercayaan, mereka mencari
cari alasan akan dari mana dosa yang mesti di peringatkan? Kemudian mereka tertuju
pada kisah yang juga tak berkelas, bahwa di kampung yang hujannya tertunda itu karena
ada seorang gadis hamil di luar pernikahan.
Bagaimana
bisa penanda mendung kelewat gelap diiringi petir menyambar namun tertunda karena
di sana sedang terjadi masalah dosa yang masih tersimpan. Hujan mau turun, tapi
semakin ditunggu sirnalah mendung itu berganti kecerahan luar biasa panasnya.
Burung tampak sederhana berputar-putar dilangit, berlatar kebiruan yang selalu begitu. Sebagian mereka mereka-reka sedang
terjadi dosa di wilayah itu sehingga langit bergeming memberikan rahmat berupa
hujan. Apakah cerita ini bisa dibuktikan? Coba tanya sama mbah google.
Penanda seperti
ini hanya dapat dibuktikan dengan penelusuran yang komprehenshif terhadap
setiap gadis di kampung itu supaya dugaan dapat di percaya dan sebagai
antisipasi ke depannya. Begitu pun cerita itu terus berulang dan dikemas
sebagai aset pengetahuan yang sahih dalam menyingkap penanda, rasanya perlu di
diskusikan lebih lanjut di sini soalnya membenarkan dugaan yang hanya
berdasarkan cerita sama dengan memelihara kebodohan.
Bukan itu
saja, fenomena alam yang jadi penanda akan
tidak adanya hujan di kampung tertentu dan pada keadaan tertentu pula. Ada kalanya
penanda itu ditujukan pada mereka yang jomblo. Bagi mereka yang memberanikan
diri melampaui rahasia Tuhan akan kuasanya menurunkan hujan atau tidak, keberadaan
jomblo menjadi bumerang berkarat yang terus diperangi dengan segala hujatan
tanpa ampun sama sekali. Mestinya, jomblo yang di pilih seorang hendaknya punya
posisi tersendiri dan di terima sebagai pilihan.
Di puncak
bukit bermandikan rembulan, malam kering di taburi pertanyaan kapan nikah, kapan
wisuda. Di sini saya kadang merasa sedih mendengarkan asumsi masyarakat kampung
yang tak berdasar itu. Penanda yang secara tak langsung menggedor batin apa iya
keberadaan jomblo di atas usia wajar dapat menghambat rahmat Tuhan? Di
percakapan tetangga budiman ini memang bukan pada saya yang memang kurang
bersosial dengan mereka, akan tetapi terhadap kakak kelas yang senasib. Hadeh Heheheh
Saya sadar
ucapan mereka tak rasional, meski asumsi ini bisa saja benar karena keyakinan
mereka begitu sebagaimana ayat 7 surah al isra, “Aku sebagai mana prasangka
hamba Ku” yang berada dalam kuasanya dapat
di fahami bahwa dosa gadis hamil di luar pernikahan, atau jomblo berada dalam
doa mereka. Doa yang berbentuk prasangka buruk dan di amini oleh sebagian yang
lain telah kental, bagai kopi pahit yang di suguhkan tiap pagi.
Bagaimana
rasanya minum kopi kental pahit di musim kemarau? Tentu kita sepakat bahwa kopi semakin nikmat ketika di minum saat musim dingin, di mana
musim yang di bawa oleh suasana teduh tanpa angin prasangka bertebaran di
kepala kita. Musim yang di hiasi daun hijau serta tunas tunas harapan setelah asumsi
berguguran dan membusuk.
Penulis: Ali senior, pemerhati jomblo
Editor: MAHFUDISMSE
0 Comments