MAHFUDISME - Hallo pak Sidik, namamu kian santer terdengar setelah kemarin ziarah ke KPK dan muncul di banyak laman media online. Sebelumnya pak, mari
salaman dulu,
saya amat hormat karena bapak sebagai
Kepala Dinas Pendidikan Kota Blitar dan tentu gaji dan tunjanganmu aman banyak buat liburan akhir pekan.
Oya pak, tanganmu kok wangi kamboja, pak?
Jadi begini pak, sebenarnya saya
sedikit mau
cuap-cuap
dengan bapak. Saya sangat
senang, katanya bapak melarang guru-guru dikota Blitar memberikan PR untuk
siswa-siswinya. Bapak
ini benar-benar dambaan pemuda masa kini yang malas dengan mengerjakan PR. Dan
jika nanti kalau saya sudah lulus kuliah, saya akan melamar kerjaan di kota
bapak, siapa tahu jurusan matematikaku bermanfaat disana, dan tentunya seperti
arahan bapak, No PR it’s Good!
Saya amat bahagia sekali mendengar kabar itu pak.
Bukan tanpa alasan
saya bahagia begini pak, guru matematika
yang doyan kasih PR, sekarang bisa memperbaiki citranya. Kita akan di cintai anak-anak
karena kebaikan hati bapak yang melarang guru disana memberikan PR. Mungkin saking bahagianya siswa-siswi disana mau berulangkali cium
bolak-balik tangan bapak yang bau kamboja itu. Barangkali lho…
Saya membayangkan mengajar
di Blitar begitu
menyenangkan.
Dalam bayanganku pak, tentu yang terlintas didalam kepala adalah wajah
bapak yang unyu itu. Anak-anak tanpa PR akan jingkrak-jingkrak dan saya tak usah repot-repot ngoreksi PR
yang sampah itu. Lebih-lebih mengoreksi
soal matematika, itu
bukan perkara mudah kayak
cium tangan sampean pak!
Jadi biasanya kami harus bikin
soal essai, mengoreksi dan menilainya pun pakai pendoman penskoran. Aduh ini, belajar
menilai lewat pedoman pensekoran bikin frustasi sewaktu kuliah evaluasi pembelajaran.
Tentu umat
mahasiswa yang jurusan matematika di seluruh alam semesta akan berterimakasih
ke bapak, karena beban kami di jurusan bapak telah angkat dari
kesumpekan bumi ini.
Kata bapak Menteri Pendidikan,
usaha pak Sidik menghapuskan PR ini sesuai sekali dengan program Sekolah
seharian (Full day School). Pembelajaran harus tuntas di sekolah gak di
bawa pulang lagi kerumah ujar beliau. Soalnya, maaf pak saya gak bisa di suruh
ngajar ngebut.
Lebih-lebih anak sekarang sering ngos-ngosan
kalo belajarnya kecepatan. Maka tambahin saja itu jam belajarnya ya pak. Saran
saya, matematika mungkin perlu 15 jam pelajaran per minggu. 5 jam
untuk mempelajari materi sisanya untuk pendalaman dan latihan serta semedi di gua.
Ini penting pak, biar makin
lama belajar makin pinter anak-anaknnya. Diatur aja biar belajar matematika
dari matahari terbit sampai tenggelam fajar di ufuk sana,
gak usah istirahat dan berselang. Siapa tahu semua jago hitung dan jadi ninja semuanya, iya kaaan…..
Padahal kalo saya, agak
condong pakai filosofi roti: diamkan sebentar adonannya, agar
raginya bekerja dan bisa mengembang. Tapi siapa tahu, metode saya yang ampuh
atau punya bapak. Saya
tak akan banyak cincai soal
itu, tentu saja aturan bapak dan diiyakan sama pak menteri
menjadi solusi biar anak-anak dimasa depan jadi Super Man dan cari pekerjaan
seperti mengedipkan mata. Uhuy.
Ujar pak menteri pendidikan lagi nih,
guru-guru di anjurkan bikin soal sendiri buat latihan atau PR (lho ini
kok PR lagi?). Jangan terlena menikmati
hasil instan dari LKS (Lembar Kerja Siswa). Setuju sih pak, LKS memang sumber
petaka dan
membosankan seperti penjara The Bangkok Hilton di Thailand yang masyaallah
angker itu.
Pernah guru matematikaku
ngomel, dia sudah jelaskan panjang sepanjang jalan tol ternyata rumus yang di
pakai salah. Gara-gara LKS salah cetak atau tahu-tahunya ternyata gak ada
jawaban soal pilihan ganda. Kacau, ini pak. Buat runyam dunia matimatian saja eh
matematika
maksudnya, pak.
Akibat tragedi ini.
Ujung-ujungnya kami di haruskan punya buku paket, biar apa? Biar bisa cek-cek kalo ada rumus yang salah. Guru
matematika pun senangnya pakai buku paket.
Tapi tunggu dulu, sebagai
pembela kaum menengah kebawah (agak menjorok kedalam). LKS lebih ramah
kantong, sepuluh ribu dapat satu. Seratus ribu sudah bisa buat sekolah. Kalo ke
toko buku, cuma
dapet buku paket satu setengah buah. Tapi aku
tak perlu cemas soal ini. Kini sudah ada pak Sidik
bijak yang
penerawangannya Subahanaallah brilian.
Sekilas info pak, tanpa atau
dengan full day school sekolah madrasah tetap jam pulangnya sore, loh.
Soalnya katanya,
mereka punya tambahan 5 mata pelajaran
agama jadi pulang sore udah biasa dan dapat PR pun sudah biasa juga.
Tapi saya turut
senang pak Sidik, berkat bapak di madrasah Blitar tak akan ada PR apalagi
Matematika. Akhirnya guru matematika tidak perlu memikirkan pemantapan materi, toh waktu untuk mikir pun tak cukup.
Sekali lagi, terimakasih pak, PR
di hapus tak hanya siswa yang senang, calon guru matematika macam saya ini juga
senang bukan
kepalang. Tapi urusan amanah undang-undang,
yang minta kami tuntaskan kompetensi dasar (KD) itu, mbok ya di cermati
lagi. Kira-kira kurangi dua tiga bab di mata pelajaran matematika sepertinya
menyenangkan juga.
Oh iya pak, mungkin
nanti PR matematika akan di ganti, PR membedakan daun salam dan daun kunyit.
Tapi saya
minta izin dulu sama guru Biologi atau IPA. Sudah sampai sini saja. Intinya saya setuju dan
cium tangan
bapak yang wangi kamboja itu. Tunggu,
surat lamaran kerjaku ya pak.
Wassalam.
Dari saya,
Mahasiswa
Pendidikan Metematika
Yang hampir
waras.
Penulis: Anggun RioPratiwi (Hanyalah seorang
mahasiswi semeter 5. Yang mencoba tetap waras di kejamnya dunia perumusan,
bangku kuliah. Cita-cita saya sederhana. Bangsaku bisa maju, di topang
teknologi yang mumpuni. Tapi belajar matematika dulu syaratnya)
Editor: MAHFUDISME
Editor: MAHFUDISME
0 Komentar