SURAT TERBUKA UNTUK DIK JONI (YOHANES ANDIGALA)


MAHFUDISME Dik, apa yang terbersit dalam kepalamu waktu kemarin naik tiang bendera?
Saya melihatmu, Dik. Ada banyak rasa haru, bangga, dan ingin memelukmu. Saya ingin memelukmu erat dan merasakan bagaimana cara kamu mencintai Indonesia. Tentu saja, tindakanmu bukanlah spontan semata, tindakamu bisa berujung pada kematian.

Di saat orang memperingati HUT RI dengan upacara takut kepanasan, disaat orang-orang ingin populer karena ingin dirinya disorot banyak media, disaat seperti itu, kau berinisiatif naik tiang karena ujung tali terlepas kepuncak tiang. Sungguh aku ingin tahu isi kepalamu, Dik.

Aku tak merasakan apa-apa selain haru atas tindakamu, seolah kau mengajariku bagaimana mencintai Indonesia, seolah kau mengajari anak-anak Indonesia bagaimana rasa nasionalisme itu masih ada, seolah kau mengajari seluruh rakyat Indonesia bahwa sekalipun nyawa taruhannya, bendera merah putih harus berkibar di puncak tiang.

Di tengah kesumpekan hidup di negeri ini, ada banyak tokoh-tokoh yang ilmunya luar biasa, tapi karena jabatan mereka lupa Indonesia. Kau tidak Dik, orang-orang sekarang gila jabatan, gila hormat, gila harta, dan gila segalanya, sementara kamu secara tidak langsung mengalahkan kegilaan-kegilaan itu.

Apakah kau tahu, Dik. Saat saya harus menulis surat ini, diriku masih merinding mengingat video itu. Berkali-kali aku menontonmu, berkali-kali juga aku masih menjadi orang payah. Aku tak tahu sudah berbuat apa untuk bangsa ini, aku sudah tak tahu mencintai bendera kita. Sementara dirimu, seperti cahaya yang datang dari belantara timur negeri ini. Menerangi hati-hati pemuda yang sekarang mulai meredup, menerangi jiwa-jiwa pemuda yang sekarang terjun kedalam gelap gulitanya politik kita.

Aku tak mau jika dirimu nanti besar menjadi politikus, Dik. Sungguh aku tak mau. Disana orang-orang hanya sibuk sendiri, disana tempat-tempat orang pongah, disana mereka berkepala gelap, disana imajinasi-imajinasi masa depan selalu disusun dalam rapat, disana tentunya sangat tidak baik. Dan untuk menuju kesana saja, duit adalah mukjizat yang sudah pasti harus ada.

Lebih baik Dik Joni jadi Joni yang sekarang, menyadarkan ribuan dan bahkan jutaan penonton video Dik Joni. Bahwa cinta tanah air itu mudah tak tak perlu materi. Dengan Dik Joni yang seperti sekarang, kelak Indoensia memiliki nasib sendiri, tanpa ketergantungan pada yang lain.

Oya Dik, seperti Mas Zuhri kemarin yang menang lombar lari, hati-hati ya Dik. Akan banyak orang-orang yang tiba-tiba baik, ngasih ucapan kemedia atas dirimu, ngasih ini dan itu ke kamu. Mereka benar-benar tahu, dengan begitu secara tidak langsung akan nebeng di nama kamu. Mereka seolah-olah pahlaman kedua setelah ngasih ucapan ke pahlawan sesungguhnya.

Sebelum mengakhiri surat ini, Dik.
Bolehkan saya menanyakan satu hal, ini tidak seberat pertanyaan waktu kamu ujian, tidak Dik. Saya Cuma mau bertanya “Kenapa Jas Alamamater UIN Antasari warnanya jadi begitu?” terserah Dik Joni mau jawab apa tidak, kalau Dik Joni keberatan menjawabnya mending gak usah dijawab, pertanyaan saya kan hanya bercanda, masak ia Dik Joni yang masih SMP dan dari NTT pula tahu itu. Dik, peluk kakak..😁

Penulis: Moh Mahfud
Editor: MAHFUDISME

Posting Komentar

0 Komentar