SELAMAT DATANG KAUM BALIHO, MASA DEPAN BANGSA DITANGANMU (MUNGKIN)

MAHFUDISME Akan tiba pada saatnya, saya dan tentu anda juga, akan menemukan jejeran baliho di bahu jalan, dibawah pohon, di amperan masjid, dan yang paling banyak nempel di jendela kaca rumah kita.

Kemarin, setelah KPU membuka kran mukjizat pesta paling absurd di negeri balgadibal ini, banyak para pemuda-pemudi bangsa merasa dirinya terpanggil untuk berbakti, dan yang jelas untuk nyalon jadi DPD, DPR RI, DPRD hingga Presiden (dan spesial untuk perebutan kursi presiden sekarang cuma ada dua calon, sementara DPD, DPR RI dan DPRD ribuan calon).

Dengan hadirnya baliho-baliho tersebut, otak kita akan di jejali harapan-harapan gemilang nan paripurna tentang masa depan. Senyum sapa yang dipasang dibaliho sebagai pertanda bahwa merekalah yang layak di agung-agungkan dan dicloblos kelak, hingga pada akhirnya mereka menjadi orang-orang baik nasibnya, keluarganya, dan timbunan-timbunan hartanya.

Memang, dimasa sekarang kaum-kaum baliho ini sepertinya ‘malu-malu kucing’ untuk secara langsung mengatakan bahwa dirinya bakalan mencalon. Yang terbersit dalam baliho mereka sekarang adalah bahasa-bahasa kiasan, yang misalnya bilang “Dirgahayu Indonesia ke-73”, lalu bergeser pada momen lebaran, baliho itu mengucapkan “Selamat Hari Raya Idul Adha” dengan wajah besar disampingnya.

Tanpa disadari atau tidak, sedikit banyak poster-poster itu akan mempengaruhi otak kita. Sementara kita tanpa kapok, selalu menjadi bagian dari pemilihan nanti, layaknya domba-domba peliharaan, kita akan di giring ke kandang, hingga pada akhirnya berakhir dipenjagalan.

Tentu saya tak menyuruh anda buat Golongan Putih aliyas Golput. Saya hanya akan menarik pikiran anda kemasa-masa tahun 2014 atau lebih lawas lagi tahun 2009. Dimana pada tahun itu kita memilih dan menaruh harapan besar kepada para orang-orang pilihan ini untuk mewakili suara kita dan harapan kita.

Nyatanya, kita tak pernah kapok menjadi domba yang nurut pada pengembalanya. Kita memilih hanya karena urusan sepeser uang, para tim pemenangan rela main tebok hanya urusan uang, kita caci maki di media sosial karena tidak terima pilihan kita diejek-ejek juga sama ujung-ujungnya pada uang.

Kita tidak pernah kapok ketika mendengar berita bahwa tokoh alumni baliho ini terjerat kasus korupsi. Kita lihat saja, beberapa tahun lalu Ahok berantem dengan Haji Lulung dkk, sebab anggaran UPS sekolah membengkak tak karuan. Tak usah jauh-jauh ke Jakarta, yang paling deket dengan kita di Kalimantan Selatan, yaitu kunjungan kerja (Kunker) fiktif DPRD Kabupaten Banjar yang kasusnya sudah berjalan dari tahun 2017 sampai sekarang tak pernah jelas ujungnya. Adalah sederet persoalan yang ditimbulkan oleh manusia-manusia ini.

Meski tidak semuanya demikian, kita mungkin sudah terlanjur karena di tuntut untuk terus memilih. Sementara pilihan-pilihan yang ada (saat dia terpilih), akan membatasi diri dengan kita, berlipat-lipat nasib nyaman mereka berubah, dan dengan modal yang luar biasa besar mereka tentu pengen balik modal.

Permasalahan yang kita hadapi adalah kekurangsadaran kita dalam berpikir, kita tak mau ambil pusing urusan politik, sementara dibagian yang lain kita memberikan peluang pada mereka untuk merampas kita kelak. Sudah saatnya, bagi sebagian masyarakat yang rata-rata sudah terpelajar berpikir maju, berpikir kritis, berpikir dengan cara mengubah padangan orang agar tidak terjebak hanya iming-iming duit, kaos dan baliho.

Sekali pun yang keluar dari mulut tokoh pemuda-pemudi ini adalah “Jangan nodai pesta demokrasi ini dengan politik uang” tapi toh tetep tidak bisa, pemilu ibarat nasi. Ia tak akan masuk begitu saja jika tidak ditemani sayur, ikan dan kuah. So, mari kita sama-sama mengucapkan “Selamat Datang Pemuda-Pemudi Baliho” dan semoga mereka tak berujung seperti berita di tahun 2014 yang mengatakan “Banyak calon yang gagal depresi dan mengalami gangguan jiwa”. Semoga tidak ya Pak, dan semoga juga Bapak Berhasil.

Penulis: Moh Mahfud
Editor: MAHFUDISME


Posting Komentar

0 Komentar