MAHFUDISME - “Mantan itu seperti voldemort. Dia yang namanya tidak
boleh disebutkan dalam segala hal. Kenangan bersamanya haruslah kita timbun.
Jangan sekali-kali kita niatkan untuk menguburnya, sebab jika lebaran tiba,
siapa tahu ada niat untuk ziarah kembali” – mahfudisme
Barangkali, kita semua tidak akan pernah bisa
sepenuhnya lepas dengan yang namanya kenangan. Kenangan kejar-kejaran dengan
kawan saat musim turun hujan semasa kecil, kenangan naik pohon lihat sarang
burung, kenangan naik loteng kelas karena kopiah kita dilepar kawan terus nyangkut,
kenangan nangkep layang-layang, hingga kenangan-kenangan yang bikin ngilu hati.
Sebutlah itu kenangan bersama mantan.
Ditengah perayaan sate hewan kurban kemarin, sedikit
banyak masih ada yang pengen ngucapin selamat hari raya idul adha ke mantan.
Ingat ketika hari raya kemarin masih bersamanya, eh di tahun 2018 ini malah
jalanin sendirian lebarannya. Bahagia dapat hewan kurban, tapi matanya
bercucuran air mata. Maka wajar saja, ditengah himpitan orang ngucapin ‘Selemat
Berlebaran’, orang-orang macam ini bisanya cuma merenung dan mentok ngucapin
selamat lebaran di status saja.
Orang macam ini condong ngucapin lebaran tak sepenuh
hati, bisa dilihat dari postingannya, dia hanya mengambil gambar ucapan selamat
lebaran tanpa caption sedikit pun. Ia
lebaran hanya sekadarnya. Daging kurban rasa hambar. Takbir-takbir menggema
kedengaran sunyi. Suara letusan kembang api hanya geriap tanpa bunyi. Betapa
hampanya hidup orang macam ini. Ditengah lebaran, dia harus rela tertimbun
beban yang nyeri.
Merayakan lebaran memang sakral, kita biasanya kumpul
dengan orang-orang terdekat kita, mulai dari ibu, bapak, kakak, adik, dan tetangga
amatlah sangat menggembirakan. Tapi biar pun sedemikian gembiranya, orang-orang
yang kehilangan kekasihnya saat lebaran, adalah senyeri-nyerinya hidup. Ia tak
akan menunjukkan wajah pilu, wajahnya tegar di depan keluarga. Tapi sampai
dalam kamar, ia benar-benar ingin nangis, ia benar-benar ingin berteriak
sekeras-kerasnya.
Bagi lelaki yang demikian, tangis tidak hanya bicara
soal kepergian, tapi hakikat air mata adalah ketulusan dan keikhlasan. Pun
perempuan yang nasibnya demikian, ia menangisi lusinan mantannya yang dulu-dulu
tumbang bukan hanya persoalan air mata, tangisnya juga sebagai pertanda bahwa
dirinya lega untuk mencari yang lain. Jangan marah, saya tak menyebutkan anda,
tapi yang merasa saja.
Lebaran dan mantan seperti dua sisi mata uang koin.
Kita sebagai pemain yang akan memutarnya. Jika koin itu berdiri tegak sekali
pun kita putar keras-keras, itu artinya lebaranmu damai-damai saja bersama mantan.
Tapi jika koin itu jatuh, otomatis lebaranmu sedikit terganggu dengan aura-aura
mantan. Yang demikian harus diwaspadai.
Untuk itu, di hari kedua setelah lebaran ini, saya
ingin mengajak kepada mahluk-mahluk yang gagal merayakan lebaran bahagia dengan
alumni-alumni pacarnya, untuk sesegera bangkit, nyalakan arang, cari bumbu
dapur kepasar, lalu bakarlah sate. Toh saya yakin, hatimu saat ini tak sesedap
hatimu yang dulu.
Masa depan bukan datang dari ingatan-ingatan silam,
masa depan bukan juga datang dari bayang-bayang mantan. Bagaimana pun. Mantan adalah
orang yang gagal memahami nasib kita. Sudah saatnya melepas atribut mantan
dengan merayakan lebaran tahun ini secara bahagia. Anggaplah, sate itu mantan,
kita kunyah dan rasakan nikmatnya, mengalir ke usus kita lalu berakhir di
jamban dengan posisi mengapung-ngapung.
Penulis: Moh Mahfud
Editor: MAHFUDISME
0 Komentar