MAHFUDISME - Beberapa malam yang
lewat, Biang menjadi viral gara-gara salah satu warganya mengadakan pernikahan
yang berlangsung
sangat singkat. Namun, kehebohannya akan melekat dihati para netizen. Tidak
menunggu lama,
bulan madu keduanya dari pernikahan ini harus batal. Hal ini
merupakan kabar buruk bagi kedua mempelai karena gejolak asmara yang “dijanjikan”
oleh kedua keluarga dalam membentengi pergaulan keduanya tidak diakomodir dan berantakan.
Ini baru berita yang
bikin saya kembali menulis setelah sekian lama absen mengingatkan tulisan saya
beberapa tahun silam saat galau memikirkan skripsi yang sampai saat ini belum juga rampung.
Pada artikel “Darurat
Kekerasan Seksual dan Pernikahan Dini” di media harian Media
Kalimantan (MK) yang
kolep dan gulung tikar itu, adalah sebagai rasa empati
terhadap kehidupan sosial remaja di Kalimantan Selatan dengan tingkat
pernikahan dini yang pada tahun 2012 berada di level 7% (Angka ini terus merosot hingga Kalsel menduduki posisi kedua tingkat
nasional dengan jumlah pernikahan dini 51/1000 pada tahun 2017).
Sepertinya,
saya harus mengubur rasa empati itu setelah mendapatkan pernikahan dini yang
benar-benar bocah adalah tetangga rumah saya sendiri. Pada acara talk show Hitam Putih Trans7,
nenek si pria mengatakan kelumrahan di keluarganya, mungkin juga di masyarakat melaksanakan
pernikahan di bawah umur wajar dalam peraturan undang undangan yang berlaku di
negeri ini.
Dari penuturan
neneknya yang juga merupakan produk menikah dini (dulu)
“sebagai
upaya menjaga cucunya dengan harapan tidak terjerumus kemaksiatan,” begitulah kira-kira.
Kebelet kawin sang gadis tampak tidak ada keraguan samasekali setelah ia memutuskan untuk
berhenti sekolah. Siswi kelas 2 SMP ini begitu bahagianya mengekspresikan
kenyataan hidup bila menikah bebas berbuat apa saja sebagaimana sempitnya pemikiran
cuma mau “Hidup bersama” serta senang dan ramai dengan suami tercinta.
Wajar saja kalangan
netizen terbelah ke dalam dua kubu atas fenomena ini, meski bukan
kubu cebong dan kampret,
sepanjang kontestasi viral dilini massa yang membuat saya bersumpah serapah
sejadi jadinya. Bocah 13 tahun itu sungguh membuat saya jengkel kepalang buntung.
Dalam kesaksiannya,
dia hanya perlu 2 hari langsung menyatakan cinta. Eh, diterima. Bangke…
Saya bertahun tahun
mengutarakan cinta lewat berbagai media pendekatan jitu, dan
referensi unggulan meminang hati perempuan tetap saja ditolak, ini bocah cuma sekali langsung keterima. Dari media semar misem sampai
misem misem samar tak dapat tandem, dari
ketemu main tali sampai mengerjakan
skripsi tak jua peduli, dari puisi sampai meditasi belum juga dapat istri. Hidup benar-benar bangke soal
perempuan.
Hidup
memang fana ma,
begitu kata Rendra dalam bait puisinya.
Di situ kadang saya merasa sedih, ekspresi begitu
kental dalam hidup ini memang penuh pergulatan yang mencekam. Bahkan, bisa jadi
kutukan saya mengisyaratkan betapa naasnya hidup ini. Bagi kamu yang baca
tulisan ini mungkin hal yang biasa melihat fenomena viral yang kadang itu bagian
dari bentuk eksploitasi privat bentukan
netizen tanpa sengaja.
Seorang tak perlu
banyak bergerak saat ini, asal berbuat yang berbeda segala kemungkinan bisa
terjadi, kalau perlu dijadikan penebal saku. Sebut saja
Nuraini yang nyampah itu.
Tak usah heran, tulisan
saya ini bagian dari eksploitasi hidup
terhadap bocah yang kadung viral karena usianya relatif bau kencur. Saya tidak
tau kenapa anak ingusan dianggap berbau kencur. Saya tak perlu menyebut nama bocah
perkasa itu, cukup saja keviralannya menjadi lembaran jahat melebihi surat
tilang kemarin sore di polres Banjarbaru.
Ah, sudahlah.
Sepertinya saatnya saya berhenti berseleweran dijalan kota untuk
menghindari kesialan razia tilang. Bertahun tahun wira-wiri mengurus kuliah
yang tak kelar-kelar,
ternyata menambah
kesialannya karena kurang fokus terhadap keadaan jalan didepan mata,
bahwa ada
polisi yang siaga seperti mengarak itik ke kandang. Tilang kali ini masuk
daftar kesialan yang entah apa hikmahnya nanti, semoga saja skripsi tanpa
revisi. Hahaha…
Pada tulisan yang masih
menyayangkan bocah menikah dini sebagai ekspresi belasungkawa terhadap
dibatalkannya tali pernikahannya oleh kantor urusan agama Binuang, tak lain karena merasa heran pada
hidup saya yang masih betah sendiri, heran kenapa setiap saya menyatakan cinta
selalu ditolak. Atau mungkin karena saya kurang peka terhadap ekspresi wanita
pada waktu yang bersamaan? Entahlah, mungkin saja karena saya masih mengerjakan
skripsi atau karena belum menerima gaji.
Penulis: Ali senior, penulis musiman
Editor: MAHFUDIMSE
0 Komentar