6 TAHUN IDUL ADHA TANPA KELUARGA, DAN MIMPI RASA DAGING KURBAN


MAHFUDISME - Hari ini kembali seperti tahun-tahun sebelumnya, orang-orang sibuk menyusun rengginang dan seperangkat masakan lainnya, sementara saya sibuk menghirup aroma-aroma masakan tetangga. Tepat di hari pemusnahan paling brutal antara sapi dan kambing di berbagai penjuru dunia, saya sudah menyiapkan edisi khusus dalam menyambut lebaran Idul Adha hari ini.

Persiapan menyambut lebaran kurban tahun ini beda dengan tahun-tahun sebelumnya, saya pulang agak lebih siang, tepatnya jam 5. Sesampai di kost-kostan yang itu-itu saja, saya buka laptop mendesain logo MAHFUDISME edisi lebaran. Jam 2 malam baru selesai, lalu saya bobok cantik.

Ditengah perjalanan indah tidur saya, tepatnya jam 4, suara nyamuk semakin merajalela ditelinga, akhirnya saya bangun, ternyata obat nyamuk sudah habis “Dasar nyamuk sialan!” saya menggerutu sendirian. Akhirnya saya nyalakan obat nyamuk lagi. Antara jam 4 sampai jam 5 pagi tadi, mata saya tidak bisa tidur, terbayang-bayang suara nyamuk dan gigitannya yang Ya Allah gatalnya.

Di langgar, orang sudah menyetel ayat-ayat Al-Qur’an, akhirnya saya setel alarm lalu terlelap lagi. Berharap pagi-pagi sudah mandi, dengan tubuh yang segar, sudah terniat dalam hati untuk sholat Idul Adha deket kost-kostan. Tapi jalan cerita berubah dari skenario saya, akibat nyamuk sialan yang menjamah tubuh saya semalaman hingga terbangun dan sulit tidur, saya bangun jam 9, Astaghfirullah, saya terkejut, rencana dari kemarin sore sia-sia.

Di tengah eufaria orang-orang datang dari masjid, saya malah baru datang dari dalam mimpi, ditengah orang sibuk-sibuknya saliman, saya malah baru selesai merapikan tempat tidur. Benar-benar hari yang sial. Memang, lebaran macam ini bukan pertamakalinya bagi saya, tapi kalau tidak sholat Idul Adha ini adalah pertamakalinya. Semenjak saya hijrah tahun 2012 silam hingga sekarang, ketika tiba lebaran, saya selalu jauh dari orang tua. Awal-awalnya amat nyesek, betapa tidak, yang biasanya makan masakan ibu, kini hanya sebatas cium aroma masakan ibu, ibunya orang pula.

Yang lebih naasnya lagi, disaat orang-orang berbagi daging kurban, saya gak kebagian. Kenapa gak kebagian? Ya kan harus kartu daging kurban bukan kartu tanda mahasiswa. Lengkaplah penderitaan hari ini dengan lebaran hanya makan mie dan telor.

Untuk menghibur hari yang maha pilu ini, akhirnya saya video call dengan kakak di rumah, berharap bisa ngobrol panjang lebar dengan keluarga, mulai bapak, ibu, adik dan semuanya. Setelah beberapa kali nelfon, ternyata kakak saya kehabisan kouta, maka paripurnalah nasib saya hari ini. Cuma dalam kamar kost, mendengarkan gedebak-gedebuk orang potong tulang sapi, dan aroma-aroma rempah masakan khas seorang ibu, ibu rumah tetangga.

Saya lalu meyakini, jika hidup diperkotaan dengan tingkat rasa sosialnya yang rendah begini, jangan harap selesai masak daging kurban ada orang datang ngantar makanan ke kostmu. Soalnya saya sudah 6 tahun dibeginikan. Di PHP aroma masakan tetangga. Dan hidung saya dipermainkan begitu saja. Siapa coba yang gak sebel?

Jika sudah begini, kamu dan bagi siapa saja yang lebaran jauh dari keluarga, pastinya yang terlintas pertama adalah ngumpul bareng keluarga, saliman sana-sini, dan makan bersama keluarga. Sangat asyik. Tapi kalau posisinya jauh diperantauan begini dengan lingkungan yang ini-ini saja, jangan harap ada yang nawarin masakan, nawarin saliman gih rasanya gak ada.

Jadi, di hari penjagalan ini, saya gagal sholat ldul Adha, gagah bangun pagi, gagal pakai baju koko, gagal pakai minyak wangi. Disaat semua penuh kegagalan begini, saya hanya berhasil mencium aroma-aroma masakan daging yang kayaknya empuk setelah berhasil bangun dari tidur jam 9 pagi tadi. Alhamdulillah.


Penulis: Moh Mahfud
Editor: MAHFUDISME


Posting Komentar

0 Komentar