MAHFUDISME - Hari ini kembali seperti tahun-tahun sebelumnya,
orang-orang sibuk menyusun rengginang dan seperangkat masakan lainnya,
sementara saya sibuk menghirup aroma-aroma masakan tetangga. Tepat di hari
pemusnahan paling brutal antara sapi dan kambing di berbagai penjuru dunia,
saya sudah menyiapkan edisi khusus dalam menyambut lebaran Idul Adha hari ini.
Persiapan menyambut lebaran kurban tahun ini beda
dengan tahun-tahun sebelumnya, saya pulang agak lebih siang, tepatnya jam 5.
Sesampai di kost-kostan yang itu-itu saja, saya buka laptop mendesain logo
MAHFUDISME edisi lebaran. Jam 2 malam baru selesai, lalu saya bobok cantik.
Ditengah perjalanan indah tidur saya, tepatnya jam 4,
suara nyamuk semakin merajalela ditelinga, akhirnya saya bangun, ternyata obat
nyamuk sudah habis “Dasar nyamuk sialan!” saya menggerutu sendirian. Akhirnya
saya nyalakan obat nyamuk lagi. Antara jam 4 sampai jam 5 pagi tadi, mata saya
tidak bisa tidur, terbayang-bayang suara nyamuk dan gigitannya yang Ya Allah
gatalnya.
Di langgar, orang sudah menyetel ayat-ayat Al-Qur’an,
akhirnya saya setel alarm lalu terlelap lagi. Berharap pagi-pagi sudah mandi,
dengan tubuh yang segar, sudah terniat dalam hati untuk sholat Idul Adha deket
kost-kostan. Tapi jalan cerita berubah dari skenario saya, akibat nyamuk sialan
yang menjamah tubuh saya semalaman hingga terbangun dan sulit tidur, saya
bangun jam 9, Astaghfirullah, saya
terkejut, rencana dari kemarin sore sia-sia.
Di tengah eufaria orang-orang datang dari masjid, saya
malah baru datang dari dalam mimpi, ditengah orang sibuk-sibuknya saliman, saya
malah baru selesai merapikan tempat tidur. Benar-benar hari yang sial. Memang,
lebaran macam ini bukan pertamakalinya bagi saya, tapi kalau tidak sholat Idul
Adha ini adalah pertamakalinya. Semenjak saya hijrah tahun 2012 silam hingga
sekarang, ketika tiba lebaran, saya selalu jauh dari orang tua. Awal-awalnya
amat nyesek, betapa tidak, yang biasanya makan masakan ibu, kini hanya sebatas
cium aroma masakan ibu, ibunya orang pula.
Yang lebih naasnya lagi, disaat orang-orang berbagi
daging kurban, saya gak kebagian. Kenapa gak kebagian? Ya kan harus kartu
daging kurban bukan kartu tanda mahasiswa. Lengkaplah penderitaan hari ini
dengan lebaran hanya makan mie dan telor.
Untuk menghibur hari yang maha pilu ini, akhirnya saya
video call dengan kakak di rumah, berharap bisa ngobrol panjang lebar dengan
keluarga, mulai bapak, ibu, adik dan semuanya. Setelah beberapa kali nelfon,
ternyata kakak saya kehabisan kouta, maka paripurnalah nasib saya hari ini.
Cuma dalam kamar kost, mendengarkan gedebak-gedebuk
orang potong tulang sapi, dan aroma-aroma rempah masakan khas seorang ibu, ibu
rumah tetangga.
Saya lalu meyakini, jika hidup diperkotaan dengan
tingkat rasa sosialnya yang rendah begini, jangan harap selesai masak daging
kurban ada orang datang ngantar makanan ke kostmu. Soalnya saya sudah 6 tahun
dibeginikan. Di PHP aroma masakan tetangga. Dan hidung saya dipermainkan begitu
saja. Siapa coba yang gak sebel?
Jika sudah begini, kamu dan bagi siapa saja yang
lebaran jauh dari keluarga, pastinya yang terlintas pertama adalah ngumpul
bareng keluarga, saliman sana-sini, dan makan bersama keluarga. Sangat asyik.
Tapi kalau posisinya jauh diperantauan begini dengan lingkungan yang ini-ini
saja, jangan harap ada yang nawarin masakan, nawarin saliman gih rasanya gak ada.
Jadi, di hari penjagalan ini, saya gagal sholat ldul
Adha, gagah bangun pagi, gagal pakai baju koko, gagal pakai minyak wangi.
Disaat semua penuh kegagalan begini, saya hanya berhasil mencium aroma-aroma
masakan daging yang kayaknya empuk setelah berhasil bangun dari tidur jam 9
pagi tadi. Alhamdulillah.
Penulis: Moh Mahfud
Editor: MAHFUDISME
0 Komentar