MAHFUDISME - Jumat kemarin (2/2), paginya, saya ijin ngantor setengah hari buat ngurus spp dikampus. Sebenarnya malesnya minta ampun, jarak dari kantor ke kampus butuh waktu 1 jam ngandarai motor. Belum lagi kalau pas ada razia polisi, pasti berjamjam menuju kampus.
Sesampai dikampus, teringat kembali jaman jahiliyah tahun 2013
silam. Saat dimana saya cuma natap papan nama kampus "Wah gedenya ini
kampus" pikir saya waktu itu. Persis seperti kemarin, dulu saya bingung
mau kemana. Saya hanya melihat sekeliling, mahasiswa yang lain sibuk nyetor
berkas sana-sini.
Dulu, mahasiswanya masih unyu-unyu, polos mukanya bertabur
wajah-wajah pedesaan. Apalagi pakaiannya, duh bisa dibilang
wangi-wangian yang mereka semprotkan ke bajunya palingan krispay campur sisa
bau Soklin. Pokoknya dulu gitulah.
Saya rasa bagi yang angkatan 2013 tahu itu, gimana rasanya jadi
mahasiswa digundul senioran, pakai plastik dan jebakan betmen ala diskusi
pinggiran, semuanya kita ikuti, harapan kita dulu hampir seragam, yaitu dapat
hidayah jadi mahasiswa sukses dikampus dan sukses dilangit.
Tapi lama kelamaan hati saya ketepak-ketepok gaduh,
perkembangan dari tahun ketahun semangatn makin angin-anginan, niat kuliah
semakin kurang kalsium, pokoknya merosot melorot.
Dari kegundahan kemarin itulah saya kok tambah asing, saya mengira
salah masuk kampus, wajahnya seger-seger kayak bubur ayam pagi hari, pun tak
luput dari pandangan glamor krudung yang melilit menutupi hampir seluruh bagian
kepala kecuali mata aliyas cadar. Semakin banyak juga pakaian yang kurang bahan
hingga banyak mahasiswi yang sangat nampak tonjolan irisan pakaian
dalamnya, duh umma aii. "Ini kampus apa pasar lowak
ya?" Saya hanya membetulkan duduk, kemudian ketemu kang Zainul
"Sama-sama tua kita kang" kataku saat dia ngurus KKN.
Ini memang benar-benar tabu dibahas, setelah kemarin Dek Putri
Rinjani kenak semprot Dekan 3nya, tapi disisi lain mahasiswa pakaiannya membabi
buta, kurang lebih esensinya mirip-miriplah dengan dek Putri, bedanya mereka
cuma berkrudung. Sedangkan yang laki-laki dengan penuh gaya sambil nenteng tas
(endak tahu sudah berapa buku pernah nyarang didalam tasnya, atau palingan cuma
makalah didalam sana).
Soal baju ini hampir rata ditiap fakultas, baik yang seksi maupun
yang cadar adalah hasil dari teori evolusi sosial. Emang ada teori itu?
Terserah aku mau nyebutin apa yang penting baju ngampus sekarang beneran
edan-edanan.
Jujur saya memang tak begitu setuju yang mereka yang tiba-tiba
bercadar, baik gara-gara pengaruh temen, pengaruh bacaan, pengaruh ajaran atau
pun pengaruh "putus cinta terbitlah cadar", tapi itu mending, mending
bercadar, mending ada aturan dalam kampus yang mewajibkan bercadar,
ketimbang innalillahiwainnaailaihirajiun dedek yang pakaian
monohok benjolan-benjolannya bikin ngiler, pantat melengkung, bibir semerah
bemper truk pengankut ayam potong, bedak seperti setan yang bertebaran dimana
saja, berjalan susah gara-gara roknya sempit, saat kepergok dedek yang demikian
tiba-tiba saya ingin beli kecamatan hitam, pakai peci, pakai sorban lalu nasehati
mereka biar saya dikira aliman sedikit. "Dek, kuitan biayain nyawa jual
beras, nyadap karet, ngojek atau ngangkang di kantor?".
Sayangnya kebaruan pakaian ini tidak sebanding dengan total jumlah
bacaan mereka, akibatnya dedek-dedek macam ini taunya cuma gaya. Memang saya
bukan semuluk Taufik, Iqbal dan Syarif dalam membaca buku, apalagi membeli
buku. Jangankan membeli buku, buat makan saja kadang harus putar perasaan dulu
saya.
Di kampus banyak yang hanya mengejar gaya, mengejar nilai tinggi
dan mengejar simpati dari lawan jenisnya. Maka saya tak heran, bila
ujung-ujungnya kelak mereka tahunya cuma, salip-salipan IPK, kebut-kebutan
lulus. Selesai, bangga, pulang kampung bercucuran air mata.
Jadi, saya selalu membayangkan pakaian dikampus sudah saatnya
kembali kehabitatnya, tak perlu bercadar agar kalian nampak islami, dan tak
perlu pula antum berpakaian super hot agar nampak pakaian dalam kalian berwarna
apa. Yang bijak bukan karena saya selalu berpatuah, tapi semakin kedepan
mahasiswa semakin lemah, miskin dan tidak produktif wawasannya, ya karena
penyakitnya cuma satu, mereka banyak gaya, sementara otaknya berisi oli-oli
bekas, otaknya bau minyak tanah, otaknya mengandung kimia, otaknya gila-gilaan.
Segila saya, barangkali!
0 Comments