SURAT TERTUTUP UNTUK SAHABAT DI JOGJA


— Muhammad Salihin

Bagaimana kabarmu kawan, sudah lama rasanya saya tak menyebutkan namamu dalam doa-doaku. Saya tulis surat ini karena sepanjang hari disini hujan, maklum, bila hujan tak reda-reda yang tergambar wajahmu. Tentu ini bukan soal rindu harum tubuhmu karena semingguan puasa air atau rambut ikalmu yang begitu sulit di interpretasikan. Bukan itu kawan.

Bagaimana kabar cuaca di Jogja, semoga baik saja. Jika disini hujan desertai angin kencang betapa terbayangnya wajah pilumu. Beberapa kali saya melihat sepanjang jalan yang tergenang air, saya membayangkan kau berenang bersama tai ayam. Lalu saya palingkan wajah, melihat pohon-pohon yang di goyang angin, serasa kau juga di bagian ranting-ranting itu, menghadap kebarat lalu bersujud pada daun. Kau menjelma segalanya disini kawan.

Saya membayangkan sewaktu kita dulu mondok. Bagaimana isi kepalamu kawan, rasanya setiap kali aku membaca statusmu kau itu semakin canggih, maksudku kau tampak makin gila dengan bahasa tinggimu. Untuk itu aku urungkan niat, padahal aku pengin sekali komentar lalu kita bertukar apa yang kamu rasa disitu dan disini hidupku juga seperti apa. 

Tapi tentu aku paham kalau hidupmu sama saja sewaktu masih montok. Kau tentu ingat, jika kamar sebelah sedang ada kiriman, kita berdua pura-pura pinjam sesuatu, lalu orang tuanya memberhentikan kita, kita pun duduk makan nasi sepuasnya, sampai kita lupa bahwa tujuan kita cuma sebatas nasi. "Tujuan sebenarnya silaturrahim agar kita bisa melepas belenggu lapar kita" Katamu, saya pun meng-iya-kan.

Bagaimana kabar kawan-kawan yang lain disitu? Semoga dalam lindungan dan terlindungi dari godaan-godaan yang duh MasyaAllah kacaunya hidup sekarang. Wajahmu memang kacau, cuma saya yakin hatimu selembut daging-daging salmon.

Jika hujan sebenini lama, tiba-tiba saja kepalaku berpikir surat ini harus segera diakhiri. Uah dulu ya kawan, aku rindu kamu, rambutmu yang lupa kau cuci, bajumu yang lupa dipahami, juga sarungmu yang entah berwarna apa sekarang, semuanya aku rindu itu. udah ya, kau masih ingat sisa hutangmu waktu itu berapa?

Salam
Moh Mahfud
(temanmu yang pernah sesarung, sesabun dan sesampo)

Posting Komentar

0 Komentar