Derajat paling tinggi dan paling absurd hanya dimiliki mahasiswa dalam jagat pendidikan. Pada dasarnya banyak anak-anak kampung yang hidup keluarganya pas-pasan, setelah selesai SMA, ingin melanjutkan kuliah, menambah pundi-pundi ilmu, dan melepas kesusahan yang bertahun-tahun menjadi hantu keluarganya dengan cara berpendidikan yang tinggi.
Tapi sayangnya, ketika memasuki arema tarung perkampusan justru malah banyak yang tidak terkontrol, lupa harapan, dan memilih jalan datar-datar saja. Akibat dari inilah dalam dunia kampus di kota ini serasa melempem, absurd, kuran vitamin, anti buku, dan sederet aktifitas yang membosankan menjadi tontonan dari waktu ke waktu.
Dalam kehidupan lain, ada saja mahasiswa yang memanfaatkan peluang dengan cara melihat peluang kerja dengan masuk organisasi, ikut acara yang berbau uang tranportasi, hidup ngangkang di bangku kuliah, sibuk ngejar IPK tinggi, dan hidup berbisnis dengan menjual wajahnya hanya karena ingin di puja-puji follower.
Menjadi mahasiswa baru misalnya, secara kultur kampus selalu penekanan tentang pentingnya kuliah dan pentingnya organisasi. Maka, sebagai mahasiswa yang belajar beradaptasi akhirnya mengikuti arus tanpa kepastian. Banyak yang beranggapan organisasi menjadi corong penyelamat kedua setelah serjana. Maka mereka mati-matian mendaftar organisasi sana-sani agar hidupnya penuh pertemanan dan penuh kegemilangan hari esok. Ini jelas anggapan yang sedikit perlu diluruskan. Kenyataan pahit adalah ketika mereka pulang kampung yang dengan keserjanaannya malah setara dengan yang belum serjana. Di sisi lain kampung halaman tidak butuh serjana, tapi butuh orang berpendidikan. Sedangkan menjadi orang berpendidikan tidak harus di bangku pesakitan perkampusan.
Dalam urusan kampus, banyak yang tidak menyadari kita sebenarnya sudah di desain menjadi pemalas, menambah wawasan hanya dengan teoritis, kenyataan-kenyataan kampung disembunyikan, dan permasalahan daerah malah tidak terjamah sama sekali. Kita di cetak menjadi intelektual yang lupa daratan. Sedangkan teori-teori bisnis tidak bisa dihidangkan di piring kegetiran hidup yang nyata.
Hal lain datang pada kehidupam mahasiswa pertengahan, antara semester 3-5, niat awal dari kampung begitu redup, sepi dan terlupakan begitu saja. Maklum, dalam usia kampus di semester ini sangatlah rentan menjadi mahasiswa "mudah patah", semuanya membosankan, jijik dan monoton. Organisasi-organisasi yang dulunya dianggap penyelamat lambat laun ditinggal, tugas kampus hanya soal urusan nyontek sedangkan hidup tidak perlu lagi memilih cita-cita.
Model inilah yang sering kali banyak ditemui, mahasiswa disemester ini condong keluar dari zona nyaman, melampaui kenyamanannya ia lupa harapan-harapan kampung, dengan kenyamanannya juga ia tahu betul bahwa hidup bukan hanya soal teori dan oraganisasi.
Lain halnya dengan mahasiswa yang sudah umur semesternya dipuncak banyang-bayang skripsi. Kerentanan semakin parah, ingatan-ingatan pengeluaran bulanan dan menjaan otak yang selama ini dijalani sepertinya terungkap begitu saja. Saat sudah mencapai puncak ini, kita akan sadar, pendidikan di kampus hanyalah secuil yang bisa diharapkan dalam menjawab kenyataan.
Maka jangan heran, bila musim serjana dilepas seperti domba-domba yang siap bertarung memilih rumput sendiri-sendiri, ada yang kelaparan, dapat satu rumput, dan bernasib sial ditangan penjagal. Begitu miris dan ngeri bila sudah tahu yang lebih nyata.
Di saat itu pula ketika predikat serjana melekat pada nama kita, hal-hal beragam bermunculan. Ada yang sibuk menyiapkan puluhan map lamaran kerja, ada yang sibuk merintis bisnis, ada yang sibuk memikirkan kesibukannya, ada juga yang sibuk karena kebiasaannya tak pernah sibuk.
Jika kita dihadapkan pada kenyataan seperti diatas hal yang bisa kita harapkan cuma kembali kedaratan. Kita terlalu tinggi mengandai-ngandai selama kuliah, kita terlalu rumit memikirkan teori pelajaran, sedangkan orang-orang yang tanpa kuliah pun semakin melaju kencang dan kita bisa jadi budak-budak dari manusia itu.
Sebagai pengangguran sebelum serjana, saya sebenarnya tak apa jika nanti serjana menjadi pengangguran tapi banyak duit, menjadi pengangguran tapi banyak karyawan, menjadi pengangguran tapi suka menjilat demi jabatan, menjadi pengangguran tapi tahu bagaimana menjadi orang setia pada isteri.. haha...
0 Komentar