KETIKA BU PIMRED PULANG KAMPUNG

MAHFUDISME Suatu hal yang sangat menyakitkan selain buang hajat yang gak keluar-keluar adalah kehilangan temen. Mungkin anda pernah merasakan dan begitu sulit menerima kenyataan itu.

Pun saya, selama masih aktif kuliah saya banyak temen. Tapi perlahan-lahan mereka pergi. Ada banyak temen yang lambat laun hanya mengisi catatan-catatan kecil kenangan. Saya kehilangan Alm. Muhammad Badaruddin setelah dia melawan penyakitnya berbulan-bulan. Saya kehilangan Alm. Muhammad Rafi'e ketika kepergiannya diluar kenyataan. Mereka berdua bukan cuma mitra dalam organisasi tapi mereka adalah diri saya sendiri. Begitu dekatnya saya kala itu dengan mereka. Tapi sekarang mereka entah dibagian kehidupan yang mana. Saya rindu mereka. Benar-benar rindu.

Setelah kehilangan mereka berdua selamanya, kini temen-temen yang lain perlahan pergi, tidak seperti dulu lagi. Syarif Hidayatullah memilih kampung sebagai jalan berikutnya, Rizali Nurhadi kini jadi TU disalah satu sekolah, Mbak Heldawati kini jadi guru di kampung halamannya, Mbak Sari Mawarni sibuk menikmati dunia yang ia miliki, Ali Makki merintis jadi wirausaha, M. Ali furqan sibuk mau melanjutkan kuliahnya, dan aku sendiri sibuk memikirkan mereka hari ini, esok, dan mungkin selamanya.

Perlahan-perlahan Sukma angkatan 2014 juga luntur, selain kepergian dua almarhum diatas, Taufik Rahman kini jua betah di kampung, Nur Nida Karimah selain kerja juga melanjutkan S2, Mahdiah sibuk membangun rumah tangga, Bang Moh Husni kini sibuk jadi mentor di dinas sosial, Hiffatunnajah sibuk menyiapkan kelahiran sang buah hati, dan lain-lain.

Tapi yang tak kalah menyakitkan dari kepergian-kepergian mereka diatas adalah kepergian Siti Machbubah, sang Pimpinan Redaksi dimasa Bang Husni. Bubah panggilan akrabnya, bakalan hengkang dari radar mata setelah resmi namanya dilengkapi Siti Machbubah, SH. Perempuan kecil yang tangguh, ide-ide gila, serta bejibun proses telah dia lalui bersama di Sukma. Sebagai rasa hormat saya kepadanya, dan sebagai orang yang sering usil kepadanya, perkenankan tulisan ini akan menjadi catatan terakhir baginya setelah dia kemarin bilang memutuskan untuk diam di Sampit, Kalteng.

Bubah Awal Mula
Semenjak Bubah ikut PJTD kala itu, dia menarik banyak perhatian karena tampilan di "Rekam Jejak" beda. Lucu, penuh tawa. Saat yang lain ketika berada di program Rekam Jejak tersedu-sedu nangis, dia malah membuat semuanya merasa geli dan perlu menertawakannya.

Nah semenjak peristiwa itu nama Bubah kian tersohor. Dia perempuan pertama yang mau didelegasikan meliput acara diluar kampus, tepatnya di Batulicin dengan modal terbatas dan pengalaman terbatas pula, tapi dia mau.

Melihat kegigihannya, kami kasih amanah Bubah jadi Redaktur Buletin Berantas, buletin mingguan dan dia jadi penjaga gawang. Tema saat Rapat Redaksi seringkali mengambil dari apa yang dia utarakan. Makin membuat nama Bubah sering kami sebutkan sebagai "wanita tangguh", sebab mahasiswa perempuan biasanya angin-anginan kala itu.

Bubah yang sejak awal berpenampilan lugu akhirnya muncul kepermukaan. Bubah menjadi icon perempuan Sukma yang baru kala itu.

Perjalanan Kocak Bubah
Setelah namanya kian melambung, ternyata orang ini kelihatan aslinya. Dia bukan cuma sebatas Redaktur Buletin yang jeli memilih tema mingguan, tapi juga religius ketika berhadapan dengan laki-laki.

Sebagai orang yang serampangan hidup di Sukma, saya sering menggodanya dengan candaan, mengucapkan kata-kata yang ke lain belum tentu. Bubah bukan hanya sekadar perempuan yang sibuk ngurusin berita, dia juga agaknya pernah sibuk ngurusin soal hatinya. Meski di kami kurang tahu pasti, tapi kami curiga bahwa dia juga pujaan hati. Tapi kami sulit bila mau membongkar sosok dibalik semangat hidup Bubah itu siapa. Kocaknya, dia seakan tidak punya siapa-siapa tapi sering mengeluarkan sabda, tausiyah, serta kata bijak yang bikin hati enyuh-enyuh.

Sang Pimred Angkat Koper
Saya menjabat memimpin Sukma periode pertama memilih Pimpinan Redaksi (Pimred) kang Rizali Nurhadi, sekarang beliau sudah kerja, menjadi Tata Usaha (TU) SMA Al-Munawwir Tamban. Selain beliau religius, beliau juga pemikir yang sering memikirkan nasibnya sendiri kenapa hingga sekarang masih membujang.

Periode kedua saya mimpin lagi Sukma, Pimrednya M. Ali Furqan, asal Bati-bati. Beliau selain sering blak-balakan ketika ngomong ternyata pada akhirnya diem-diem jadian. Nah setelah kang Furqan lengser dan saya pun tumbang, akhirnya tampuk kepemimpinan di nahkodai Moh. Husni, S.Sos, dan Pimrednya Siti Machbubah, SH.

Kemarin (25-28) Sukma mengadakan Pelatihan Jurnaliatik Tingkat Dasar (PJTD) di Tambang Ulang. Biasanya PJTD adalah acara yang menyenangkan dan menggembirakan, hingga pulang PJTD terus membahagiakan banyak orang dengan foto-foto selama kegiatan. Tapi sayang, disaat saya sampai kesana, saya mendapat kabar dari Anna (kalau tidak salah) kalau Bubah sebentar lagi pulang kampung, meninggalkan Sukma, meninggalkan kami semuanya yang masih betah di Banjarmasin. Lagi-lagi saya merasa kehilangan, Bubah akan pulang kekampung halamannya, mungkin dia lebih dibutuhkan disana. Semoga apa saja yang dia lakukan selama di Sukma menjadi semangat yang menular ke kawan-kawan yang sekarang. Bagi saya, bukan tidak mungkin "Bubah-Bubah" baru bermunculan di Sukma. Selamat jalan Bub, jangan pingsan dijalan lagi, pulanglah..


Post a Comment

0 Comments