JAMAAH KERACUNAN DAN PEDIHNYA JADI NASI


Sebanyak 21 dedek mahasiswi teler keracunan kemarin. Akibatnya, banyak media menurunkan beritanya karena itu sungguh kejadian yang begitu langka, jarang terjadi, dan hanya ada di UIN Antasari. Baik melalui media online dan cetak antum mungkin sudah membacanya.

Namun, bagi saya, sebagai orang yang jarang makan dan tidak begitu perhatian sama yang namanya makanan, saya sedikit penasaran, apa penyebab masakan itu bisa beracun? Kenapa dedek-dedek semester 2 ini gampang teler? Selemah itukah mereka ketika nanti dihadapkan pada kejlimetan skripsi? Dan sudah siapkah mereka bertempur dengan perjuangan sebagai mahasiswa yang lebih beracun ketimbang nasi+telor masak bistik?

Untuk itu, saya pun melalukan investasi nah maksud saya investigasi terhadap berita keracunan itu. Alhasil, banyak temuan-temuan tidak begitu bermanfaat kalau antum bersikeras melanjutkan baca tulisan ini sampai selesai. Antum lebih baik baca Al-Quran ketimbang baca tulisan ini. Subhanaallah. 

Tapi berikut ini temuan-temuan saya dilapangan, mudahan anda tidak ikut pinsang, teler, dan batuk-batuk yang gak penting.

Masak Bistik Salah Tipe
Sebagai pengamat warung makan acil-acil di trotoar, saya tentu paham apa itu masak Bistik setelah baca di internet. Ternyata Bistik adalah nama lain dari Steak atau Steik.

Jika antum baca sejarahnya, kata "steak" berasal dari bahasa Skandinavia, negara tetangga Madura (palingan). Dan sudah ada pada pertengahan abad ke-15 sebelum antum hijrah dari Lauhil Mahfuz terus nyasar jadi seperma hingga sekarang baca tulisan ini. Hahaha..

Setelah saya ambil di rak buku The Oxford English Dictionary, ternyata kata "Steak" adalah irisan daging tebal yang dipanggang atau di goreng. Steak ini dikenal banyak orang setelah perang Waterloo, yaitu perang tentara Inggris di Prancis. Yang jelas peperangan ini bukan karena rebutan steak.

Lalu, apa hubungannya dengan dedek-dedek yang keracunan itu? Nah, mari saya hubung-hubungkan. Dalam berita dijelaskan bahwa makanan yang dimakan 21 mahasiswi itu adalah nasi plus telor masak Bistik. Kejanggalan dari ini sudah bisa kita baca. Pertama, jika kita merujuk pengertian Bistik pada kamus Exford diatas, maka jelas masakan ini melenceng dari resep. Masak iya Steak pakai telor, harusnya kalau steak ya pakai daging. Misalnya gini, antum mungkin juga akan mabuk ketika anum ngerebus Indomie campur potongan-potongan sandal, atau antum bakalan teler ketika antum goreng ikan patin campur skripsi yang sering di revisi. 

Saya jadi ingat peribahasa arab yang bunyinya begini, wad'u syai'in fii ghairi mahalli (meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya) yang itu artinya kita termasuk sebagian orang dzalim jika membuat sesuatu tapi bukan pada posisinya. Astaghfirullah.

Lagian, kalau antum jadi mahasiswa tak usah lah muluk-muluk menargetkan makanan apa yang bakalan atum santap hari ini, cukup syukuri apa adanya, dan selalu ingat orang tua kita makan apa di rumah. Mungkin saat kita makan steak, orang tua (kuitan) sedang nyadap karet atau lagi di sawah. Anak durhaka makan steak!

Ilmu Lapar Hanya Dimiliki Mahasiswa
Sebagai orang yang tiap hari jadi mahasiswa hingga sekarang, sepintar apapun, seidealisme apapun, semiskin apapun, setajir apapun, sehidup apapun mahasiswa ketika dihadapkan dengan rasa lapar, bawaannya serba rentan. Rentan cari hutangan, rentan cari angkringan, rentan ingat mantan. Akkay..

Tapi pada intinya, jika mahasiswa lapar, dia tak akan susah payah memikirkan makanan itu bergizi atau tidak, berprotein atau tidak, bernutrisi atau tidak, intinya makan, kenyang, tidur, ngiler lalu pacaran.

Jadi, wajar saja jika 21 mahasiswi itu keracunan karena yang mereka pikir bukan soal baik tidaknya yang dia konsumsi, tapi dia sudah lapar karena padatnya kegiatan. Harusnya yang menyediakan ini yang lebih selektif lagi terhadap apa yang dihidangkan. Tak usah muluk-muluk, cukup Nasi Thalib semuanya akan mengumbar sunyum. 

Emansipasi dan Kerentanan Tubuh Wanita
Sebagai makhluk sosial, jujur, saya selalu menjunjung tinggi hak-hak perempuan. Kalau antum gak percaya silahkan tanya ke Komnas HAM. Disini saya tak akan berbicara emansipasi, biarlah cukup Bang Haji Roma Irama saja. Disini saya akan bicara tentang, kenapa tubuh wanita tak setangguh Muhammad Rahim Arza.

Secara fisik, tubuh wanita memang tak setahan kaum lelaki. Maklum, wanita bukan diciptakan dari otok laki-laki melainkan diciptakan dari tulang rusuk yang memang rentan patah, rentan keseleyo, rentan geli juga.

Sebagai lelaki tulen, saya pernah mengkonsumsi makanan wafer yang kadaluarsanya naudzubillah lama amat, tapi saya Alhamdullih saya tidak mabuk apalagi teler kayak orang habis neguk zenit.

Kadang begini, kita terlalu hati-hati pada makanan tiba-tiba alergi, tiba-tiba tidak cocok, tiba-tiba gak punya duit. Jadi saran saya sama perempuan, makanlah apa yang ada dihadapanmu selagi makanan itu masih ada, halal, sehat, dan mengenyangkan. Tak usah sedikit-sedikit alergi, karena itu bisa jadi pacarmu ngajak putusan gara-gara kamu alergi sama mantannya.

Tak Ada Beras yang Tak Retak Hatinya
Sebenarnya, pelaku utama dalam kronologi keracunan berjamaah terhadap 21 mahasiswi itu adalah gara-gara makan nasi. Seandainya tidak makan, mungkin semuanya akan baik-baik saja. Seandainya habis belajar cukup minum air tanpa harus nasi, 21 orang itu tak akan ijin sakit dibangku kuliah, mungkin juga mereka esoknya belajar, diskusi, kuliah, dan tentu saja pacaran bagi yang tidak jomblo.

Akan tetapi, kita juga jangan munafik. Seandainya nasi itu dibiarkan saja jadi beras lalu di sedekahkan saja pada Fakir Miskin, mungkin saja lebih bermanfaat ketimbang harus jadi racun dalam tubuh mahasiswi itu. Saat posisi sudah begini, kita hanya akan dan terus saja bilang bahwa 21 mahasiswi itu keracunan habis makan nasi. Betapa malangnya nasi, cobalah anda di posisinya, mungkin anda akan patah hati dan sakit bertubi-tubi.

Post a Comment

0 Comments