HIDUP TAK SERUMIT RAHMI DAN MURNI

Akhir-akhir ini saya kehabisan ide buat nulis, sedangkan WC masih tergenang air pasang. Biasanya setiap hari harus dua tulisan, tapi kemarin cuma satu, dan sekarang tulisannya terlambat.

Kali ini sedikit berbeda, setelah kedatangan Si Habang, aliyas Sepeda Lipat Evegreen hasil tulisan di blog ini, saya jarang ke mencari inspirasi di WC. Saya lebih banyak duduk di atas Si Habang, mencari ide, kegelian-kegelian hidup, kesumpekan pengalaman, dan sederet hal-hal yang gak begitu penting untuk sekadar di tulis.

Kayaknya, Si Habang kedepannya menggantikan posisi WC untuk mencari inspirasi,, dan tentu WC bakalan kesepian. Memang, ini tabiat manusia jika dihadapkan pada suatu hal yang baru, dan tentunya Si Habang lebih segar ketimbang saya tiap hari harus nongkrong di WC.

Pada hal-hal lain, saat di atas Si Habang, saya jadi teringat dua perempuan misterius, abstrak, non-nalar, dan kejumutan-kejumutan yang melekat pada dua perempuan itu. Sebutlah perempuan itu, Murni Marfuah dan Rahmi Mardiah (Barang kali ini bukan nama asli, silahkan anda interpretasi sendiri). 

Mereka adalah sekian banyak mahasiswa yang kenal dengan saya yang mempunyai kehidupan  sedikit rumit, asing, hampa, dan kadang mereka seperti zombie, kuntilanak, dhebun, dan malaikat bagi orang-orang sekitar.

Kesamaan dan Kerumitan Mereka
Kesaan mereka, bagi yang sudah mengenalinya, adalah sama-sama memiliki tujuan hidup yang kurang jelas, kadang, kejelasan yang sudah jelas bagi kita adalah harus diperjelas lagi bagi mereka.

Anda bingung? Oke saya perjelas. Jika hidup bagi kita adalah soal kenyaman-kenyaman hari esok, seperti banyak duit, hidup bahagia, ngumpul bersama keluarga dan lain-lain, maka bagi mereka berdua itu harus di bongkar, dirusak, dan di tata kembali sesuai jalan dalam pikiran mereka.

Jika tujuan hidup kita adalah kesenangan-kesenangan hari esok, bagi mereka berdua kesenangan yang sesungguhnya hanya pada Tuhan. Memang benar. Hanya saja, mereka tak memikirkan hari esok yang penting hidup bukan hanya soal hidup, tapi hidup yang benar, menurutnya, hari esok adalah bertambahnya nilai-nilai kasih dan sayang Tuhan. Jika anda pernah bertemu atau berbicara langsung dengan mereka berdua, anda mungkin sedikit pusing bila bertanya soal esensi kehidupan, kolestrol anda juga naik bila bertanya hakikat hidup, dan barangkali jika anda sudah memasuki ruang berpikir mereka berdua maka anda akan kehilangan semangat hidup, yang jomblo tidak akan lagi memikirkan kesendiriannya, dan yang lagi menggarap skripsi tidak akan lagi pusing soal kunsultasi. Makanya, dua perempuan abstrak ini selain berjalan di dunia kerumitan, mereka juga sama-sama penyuka kerumitan.

Perbedaan dan Kerumitan Mereka
Perbedaan keduanya adalah mereka sama-sama memahami, bahwa, misalnya, Murni hidup dengan perjalanan-perjalanan yang meluap-luap, sedangkan Rahmi hidup dengan pengalaman-pengalaman yang berombak, nakal dan mencintai banyak pertanyaan-pertanyaan.

Saya contohkan misalnya, Murni lebih menekuni mimpi-mimpinya dengan sikap yang mengalir begitu saja, kadang ada juga batu yang membuat perjelanan hidupnya sedikit melambat. Ketika Murni dalam perjalanannya adalah air, maka Murni akan membuat riak-riak kecil, memeluk ikan-ikan, sampai ia sadar bahwa pengembaraan hidup pada akhirnya kembali ke semesta laut, kembali pada yang Maha Luas. Begitu seterusnya.

Beda halnya dengan Rahmi yang memiliki mimpi-mimpi yang lebih kompleks. Jika kehidupan Rahmi seperti sungai, dia barangkali juga bisa mengalir, tapi juga bisa saja diam, mematikan, menenggelamkan, dan warna-warnanya tergantung cuaca dalam hatinya. Jika hatinya adalah sungai, bisa saja dia hanya diseret arus, lalu mengalir ke sawah, gunung, dan bahkan bisa saja terhidang di panci panas. Begitu seteruanya.

Menyimpulkan Kehidupan Mereka
Menyimpulkan Kisah-kisah mereka ternyata lebih sulit dari pada saya tidak memiliki duit semingguan. Kehidupan mereka lebih rumit ketimbang mendatangkan ide tulisan dalam WC, kadang juga saya berpikir, untuk menyimpulkan kehidupan mereka saya harus menyingkirkan skripsi, bagaimana pun skripsi tidaklah gitu penting jika dihadapkan pada pergolakan-pergolakan kehidupan keduanya.

Sebagai perempuan, keduanya memiliki pengembaraan-pengembaraan hidup yang jarang dimiliki perempuan lain, seperti saya misalnya. Haha.. kadang, untuk sampai kepada apa yang dipikirkan mereka saya harus keluar masuk WC, naik Si Habang, menernung seharian, sujud syukur, dan berjalan kaki puluhan kelo meter. Tapi, ujung-ujungnya saya tak pernah sampai kedalam apa yang ada dalam kepala mereka. Rumitnya minta ampun.

Kadang, jika saya sudah menyerah menyimpulkan kehidupan mereka, disaat itu pula malah kehidupan saya yang lebih rumit. Selain tidur dan menghasilkan air liur, saya tentu selalu berharap jika saya bangun tiba-tiba saya di Surga bersama istri. Akkayy
Murni dan Rahmi

Post a Comment

0 Comments