DHEBUN: PELESTARIAN BAHASA, MELESTARIKAN TAWA


MAHFUDISME Apakah antum tahu Prof. Abdul Djebar Hapip, MA si pembuat kamus Bahasa Banjar-Indonesia? Antum ngaku Banjar? Beneran Banjar atau berbahasa Banjar? Atau suka bilang "Saya asli Balangan" tapi bahasa Banjar? Kenapa tidak berbahasa Balangan?

Nah tulisan ini akan merekam bagaimana posisi bahasa Banjar dikalangan dedek-dedek mahasiswa yang setiap harinya cuma berjihad di insta stories. Jadi tulisan ini agak serius tapi juga tidak.

Secara georafis suku Banjar awal mulanya mendiami hampir seluruh wilayah Kalimantan Selatan, kemudian karena adanya perpindahan dan pencampuran penduduk serta kebudayaan berabad-abad lamanya, maka pada akhirnya suku Banjar tersebar kedaerah-daerah pesisir seperti Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, dan bahkan Sumatera. Silahkan buka sejarahnya masing-masing. Saya cukup sampai disana ngebahas.

Permasalahan yang saya sering pusingkan (selain skripsi) adalah ketika saya nanya keteman, "Kamu asli Banjar?" Saya nanya. "Bukan bang, saya asli Kandangan, mama abah juga asli kandangan" Jawab dia penuh keyakinan. Saya sebagai orang yang gak punya kerjaan tiba-tiba membatin "Ini anak pakai bahasa Banjar, tapi gak mau ngaku Banjar". Akhirnya minta penjelasan pada temen, namun tetep saja tak jelas. Pakai bahasa Banjar tapi Kandangan, tapi Tanjung, tapi Balangan, tapi Batola, tapi Tanah Laut, tapi Tanah Bumbu, tapi dan tapi.

Apakah kategori Bahasa Banjar hanya melekat pada orang yang tinggal di Banjarmasin, Banjarbaru dan Kab. Banjar yanga hanya karena ada kata "Banjar" nya saja? Jujur saya bingung dan lebih membingungkan dari pada skripsi. Saya jawab aja "barangkali iya". Beres!

Dhebun: Pelestarian Bahasa
Jika ante mahasiswa yang setiap harinya cuma ibadah, mungkin gak tahu sama yang namanya Dhebun. Tapi jika ante mahasiswa yang suka keluyuran dan bergadang di Instagram sambil cengar-cengir sendirian di muka lensa, maka ente tentu tahu sama Dhebun.

"Banyak jalan menuju roma, banyak roma menuju ani, dan banyak ani memfollow Dhebun" begitulah kira-kira. Dhebun menjadi terkenal karena followernya mencapai 121ribu dan melawan pakem. Disaat dedek-dedek kampus pengen naik status sosialnya di Instagram, di saat itu pula ia posting pakai-pakaian hot-hot, tampil necis dan mengusahakan ia benar-benar layak untuk di follow kaum lelaki jomblo sialan. Haha..

Saya benar-benar gemes melihat celoteh Dhebun di Instagramnya, dan kadang juga sempat dialog kecil dengan kawan "Dhebun bukan hanya soal follower, tapi ia hadir sebagai orang yang memperlihatkan bahasa lokal, bahasa yang mungkin bagi dedek dedek sekarang justru bahasa Banjar kaku karena terselingi bahasa Indonesia".

Memang bener, banyak yang bilang "Dari bahasamu ketahuan kalau kamu dari Berabai". Lah, emang salah? Hal inilah yang membuat banyak yang kurang percaya diri berbahasa Banjar tulen dan seperti Mas eh Mbak Dhebun.

Ada nilai edukasi bagi saya meski kadang bahasa Dhebun banyak konyolnya. Mbak eh Mas Dhebun kapan-kapan ketemuan ya.

Dhebun: Melestarikan Tawa
Ditengah sumpeknya kota dengan cuaca yang sebentar-bentar berubah membuat semuanya butuh hiburan, misalnya ke mall, gunung, cafe, bioskop, museum dll, tapi semua itu butuh biaya yang lumayan. Lebih-lebih dedek-dedek mahasiswa masih mengandalkan kantong mama-abahnya.

Maka hal yang masuk akal adalah mencari postingan Dhebun, ya meski sedikit menguras kouta tapi gak seberapa dibanding beli Pizza Hut Big Box Plus.

Hadirnya Dhebun ditengah-tengah kita sedikit banyak menghibur kita, apalagi saya sebagai pra-fans dia. Tidak hanya itu, saya selalu tergelitik dengan bahasa-bahasa yang digunakan dia, tema-tema yang dia angkat tiap videonya, dan kelenturan tubuh tembemnya gemulai ketika joget gak jelas.

Adakah Dhebun-Dhebun berikutnya bermunculan? Aku Dhebun, kamu Dhebun, kita semua Dhebun. Dhebun penyelamat bahasa. Bahasa Banjar tercinta. Salam Acil Inang!

Foto: @dhebunbanana

Post a Comment

0 Comments