MATI-MATIAN BAYAR SPP/UKT


MAHFUDISME Hidup itu butuh perjuangan untuk bisa bersaing, termasuk kuliah. Saya sering membayangkan bagaimana rasanya kuliah tanpa harus sibuk berkerja sampingan, bagaimana rasanya fokus kuliah saja tanpa memikirkan uang bulanan, bagaimana bisa bercengkrama dengan teman-teman dalam kampus tanpa memikirkan “kapan saya bekerja” dan “jam berapa saya berangkat”.

Saya hanya bisa membayangkan dan itu tidak lebih, bahwa kuliah ya hanya kuliah, tidak perlu memikirkan yang lain. Artinya, saya fokus dan semakin kreatif mengembangkan bakat saya. Namun, itu hanya bayangan saja, bayangan yang hanya ada dalam kepala dan selebihnya hanyalah kosong.

Dari perjalanan ini, saya membuka diri untuk bersaing. sekejam apa pun kenyataan hidup yang bakal saya tempuh tetap saya harus unjuk diri di lingkungan yang baru ini, aku hanya tidak mau terus menumpu hidup pada Bapak dan Ibu di rumah, dari itu saya bangkit dan membusungkan dada. Disini Banjarmasin terlalu rumit bila hanya dibayangkan, apalagi yang jelas-jelas nyata.

Hari itu tanggal 16 Januari 2015 waktunya bayar SPP untuk fakultas, dan resmi jadi hari terakhir pembayaran bagi saya. Entah apakah nanti bakal dilayani atau tidak ketika membayar di lain hari. Seminggu sebelum itu, sudah berapa kali saya usaha untuk cari pinjaman ke tetangga yang kebetulan kerja di Kalimantan Selatan, namun nihil, duitnya hanya cukup buat di kirim ke kampung halamannya katanya, saya pun cuma cengengesan sambil menahan rasa malu. sambil basa-basi saya pun menutup telfon dengannya.

Putar kepala, setelah kejadian kemarin gagal dapat pinjaman duit buat bayar SPP, akhirnya saya nekat nanya duit ke ketua jusuran saya lewat sms, beliau balas “coba datangi Ibu Mahsunah karena uang saving jurusan telah digunakan untuk dana talangan praktikum. Insya Allah bisa.” Percaya atau tidak justru saya semakin bingung lalu saya menjawabnya “Oke, terimakasih Bapak” meski sms beliau ini sangat absurd saya tak mau ambil pusing menanyakan siapa ibu yang dimaksud ketua jurusan tadi. 

Jleb! ini pencarian dana SPP kedua yang gagal menurutku. Ada alasan kenapa tidak menulusuri apa yang di sms kan ketua jurusan, yaitu, kalau sudah ke kantor bawaannya meski pun hal sepele pasti jadi ribet. tentu itu hal yang sangat saya tidak suka kalau jelas-jelas itu perkara mudah.

Biar muka saya tidak terlalu bebal dengan sifat malu, maka untuk ketiga kalinya saya harus benar-benar mendapatkan duit itu dengan cara tentu tidak sama dengan yang dua tadi. Saya punya ide ”Bagaimana kalau saya gadaikan BPKB motor” walhasil, saya ambil BPKB ke kost, berhubung hari itu jam 03:15 WITA dan sebentar lagi bakalan tutup itu Pegadaian, maka dengan terpingkal pingkal saya mengambilnya berharap ini memang jalan yang dirahasiakan Tuhan agar SPP bisa cepat dibayar.

Di jalan saya nampak sumringah karena pasti ini BPKB langsung cair duitnya. Pas nyampe di depan kantor pegadaian, ternyata tutup, saya belok motor lalu ada pegawai yang sedang cuci motor di depan ruko itu. sekalian bincang kecil dengannya. Mustahil di percaya kalau menurutnya itu memang benar, masak iya kalau mau mengadaikan harus punya surat suami-istri, suarat usaha, surat kepolisian, BPKB harus sesuai KTP, minimal keluaran motor harus 2010. Kejam sekali ini hidup. Saya pun hanya bisa nelen ludah mendengarnya. saya hanya menyetel musik sepanjang di atas motor, judulnya “Serjana Muda”.

Sesampainya di Kampus, saya langsung ke Mikwa pusat dan disuruh minta keterangan ke Dekan III soal keterlambatan bayar SPP. Saya pun langsung tancap gas ke ruangannya dan asem, kantornya tertutup rapat, tamat riwayatku untuk tidak hergistrasi pada deadline yang telah di tentukan. 

saya menyerah untuk mengambil “terminal” (cuti) kuliah di semester ini karena uang SPP belum bayar, disisi lain saya harus mengurusi surat-surat kegiatan LPM Sukma agar tetap jalan dan segera di kirimkan untuk penerbitan, saya pun kesekretariat LPM Sukma untuk sekadar meluruskan badan yang letih. Menyeimbangkan tubuh biar tidak terlalu setres mikiran uang SPP. Maka saya putar film kocak lalu ketawa meski menurutku itu sangat tidak lucu dengan kondisiku yang seperti itu.

selang beberapa menit, sahabat perempuanku yang satu jurusan datang menanyakan soal uang SPP, saya hanya jawab dengan senyum dan menyakinkan dia, kalau saya nanti pasti bauar SPP meski saya tahu bakalan di semprot cibiran orang-orang kantor.

Alarm hp berbunyi. bertanda ada agenda di tanggal ini, ternyata ada tulisan “pengumuman beasiswa data print” dan setelah sampe di tempat kerja, saya cek, dan Alhamdulillah nama saya ada, sebagai penerima dana beasiswa sebesar 250.000,- “JANGAN SILAU PADA KEBERHASILAN TAPI BANGGALAH PADA PROSES” mungkin kira-kira begitu.

Cerita ini benar-benar terjadi saat saya kuliah, kerja dan berorganisasi. Cerita kalian ada yang lebih dari itu?

Post a Comment

0 Comments