Filsafat Hukum Islam

Filsafat Hukum Islam adalah upaya pemikiran manusia secara maksimal untuk memahami rahasia-rahasia dan tujuan-tujuan pensyariatan hukum Tuhan, dengan tidak meragukan substansi hukum itu sendiri sebagaimana pendekatan filsafat hukum pada umumnya.

Filsafat Hukum Islam ialah filsafat yang diterapkan pada hukum Islam. Ia merupakan filsafat khusus dan obyeknya tertentu, yaitu hukum Islam. Maka, filsafat hukum Islam adalah filsafat yang menganalisis hukum Islam secara metodis dan sistematis sehingga mendapatkan keterangan yang mendasar, atau menganalisis hukum Islam secara ilmiah dengan filsafat sebagai alatnya.

Dari beberapa definisi di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa Filsafat Hukum Islam memiliki beberapa unsur sebagai berikut:
Pertama, Filsafat Hukum Islam merupakan hasil pemikiran manusia. Dengan kata lain, ia berangkat dari akal pikiran manusia. Di sinilah letak perbedaan mendasar antara Filsafat Hukum Islam dan Ilmu-ilmu Shari‘ah Metodologis seperti Usul al-Fiqh dan al-Qawa‘id al-Fiqhiyah. Dimana kedua ilmu yang disebut terakhir ini berangkat dari wahyu. Kedua, seluruh kajian dalam Filsafat Hukum Islam tidak pernah meragukan substansi hukum yang telah ditetapkan oleh Hukum Islam. Secara lebih gamblang, hal ini dibahas dalam salah satu kajian Filsafat Hukum Islam, yaitu mengenai hakekat hukum Islam sebagai Hukum Tuhan yang sudah tentu memenuhi tujuan-tujuan hukum.

Kajian Filsafat Hukum Islam
Para ahli Ushul Fiqh, sebagaimana ahli filsafat hukum islam, membagi filsafat hukum Islam kepada dua rumusan, yaiti Falsafah Tasyri dan Falsyafah Syariah. 

A. Falsafah tasyri
Fasafah yang memancarkan hukum Islam atau menguatkannya dan memeliharanya. Filsafat ini bertigas membicarakan hakikat dan tujuan hukum islam. Filsafat tasyri terbagi kepada :
1. Da’aim al- Ahkam (Dasar-Dasar Hukum Islam)
2. Mabadi al-Ahkam (Prinsip-Prinsip Hukum Islam)
3. Ushul al-Ahkam (Pokok-Pokok Hukum Islam) atau mashadir al-ahkam (Sumber-Sumber Hukum Islam)
4. Maqasid al-Ahkam ( Tujuan Tujuan Hukum Islam)
5. Qowa’id al-Ahkam ( Kaidah-Kaidah Hukum Islam) 

B. Falsafat syari’ah 
Filsafat yang di ungkapkan dari materi-materi hukum Islam, seperti Ibadah, muamalah, jinayah, uqubah dan sebagainya. Filsafat ini bertugas membicarakan hakikat dan rahasia hukum Islam. Termasuk dalam pembagian Falsafat Syari’ah adalah:
1. Asrar al-Ahkam (Rahasia-Rahasia Hukum Islam)
2. Khasha al- Ahkam (Ciri-Ciri Khas Hukum Islam)
3. Mahasin al-Ahkam atau Majaya al-Ahkam (Keutamaan-Keutamaan Hukum Islam)
4. Thawabi al-Ahkam (Karakteristik Hukum Islam) 


Filsafat Menalar Hukum Islam
Kajian-kajian yang dibahas dalam Filsafat Hukum Islam selama ini secara pribadi amat menarik bagi penulis. Ia bukan hanya mampu memberikan tambahan pengetahuan. Lebih dari itu, ia berhasil meluaskan cakrawala berpikir bagi siapa saja yang bersedia menekuninya. Bukan dalam wilayah Hukum Islam saja, namun juga bahasan-bahasan dalam Filsafat Hukum yang selama ini dianggap berada di luar jangkauan Hukum Islam.
Peranan Filsafat Hukum Islam dalam menalar hukum Islam dapat diterangkan sebagai berikut:

A. Filsafat Hukum Islam adalah Kajian Filsafat
Filsafat Hukum Islam merupakan salah satu cabang dari ilmu filsafat.  Sehingga wajar, seluruh isi atau konten Filsafat Hukum Islam dibahas melalui pendekatan filsafat yang amat identik dengan akal sebagai sarananya. Dengan demikian, metode atau cara kerja Filsafat Hukum Islam adalah metode atau cara kerja akal. Dan sesuai dengan karakter akal yang abadi dalam proses perkembangan, demikian pula halnya dengan semua kajian filsafat.

Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa dengan mempelajari Filsafat Hukum Islam ini kita akan diantarkan menuju kesadaran yang tinggi dalam menghayati makna perintah dan larangan agama. Hal ini disebabkan, karena ia melihat perintah dan larangan itu bukan dari segi halal dan haram, namun dari segi hikmah atau falsafah yang terkandung dalam perintah dan larangan itu.

Tidak salah lagi, kajian Filsafat Hukum Islam ini mampu menambah kemantapan seorang muslim dalam menjalankan syariat agamanya. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan bahwa kajian Filsafat Hukum Islam juga bisa mengantarkan seorang muslim menuju keraguan abadi dalam menjalankan perintah dan larangan agama, sebagaimana halnya semakin banyak kita saksikan dimana-mana.

Filsafat sebagai “metode” telah banyak membantu kaum muslim meyakini ketepatan hukum Islam dalam hal mengantarkan kepada kebahagiaan hakiki. Namun filsafat sebagai “hasil” telah banyak pula memakan korban, baik dari kalangan “intelektual”, apalagi dari kalangan awam.

B. Filsafat Hukum Islam adalah Kajian Filsafat Hukum
Filsafat Hukum Islam merupakan salah satu cabang Filsafat Hukum secara umum. Oleh karena itu, kajian terhadap Filsafat Hukum Barat atau Timur sudah sewajarnya –atau seharusnya- dilakukan terlebih dahulu sebelum memasuki kajian Filsafat Hukum Islam. Sehingga kita memiliki pengetahuan dasar akan kedudukan Filsafat Hukum Islam di antara Filsafat Hukum pada umumnya.

Berdasarkan fakta tersebut, sebenarnyalah memang Filsafat Hukum Islam sejak kemunculannya diarahkan untuk menjembatani orang-orang yang telah memiliki pemahaman yang matang tentang filsafat hukum secara umum –baik para akademisi maupun para praktisi- menuju pengetahuan Hukum Islam, dengan tetap memahaminya sesuai wawasan mereka semula.

Adapun isi dari Filsafat Hukum adalah kajian-kajian yang telah dipelajari dan dikembangkan oleh orang Islam sejak ribuan tahun yang lalu. Yaitu kajian-kajian Usul al-Fiqh, Qawa’id Fiqhiyah, Qawa’id Usuliyah, dan ilmu-ilmu metodologis yang lain.

C. Filsafat Hukum Islam adalah Kajian Keislaman
Filsafat Hukum Islam merupakan salah satu ilmu keislaman, di mana ilmu keislaman ini telah tumbuh dan berkembang sejak lebih dari empat belas abad yang lalu. Sebagai kajian keislaman, ia memiliki wilayah kajian yang amat luas, seluas kajian hukum Islam itu sendiri. Ia bukan hanya membahas hukum dari sisi lahiriah manusia, namun juga membahas hukum dari sisi lain manusia, yaitu sisi batiniah (ruhiyah).

Selain itu, orang yang mempelajari Filsafat Hukum Islam diharapkan bukan hanya memahami rahasia-rahasia di balik perintah dan larangan hukum, namun juga mampu menghayati rahasia-rahasia itu ketika mengamalkan perintah atau menghindari larangan tersebut.

Banjarmasin 1 Juli 2014

Post a Comment

0 Comments