AIB AGAMA DALAM POLITIK



Gus Dur pernah menjadi bulan-bulanan saat memberi sedikit abstraksi filsafat hukum di sidang parlemen. Wacana akademis! Begitu olok-olok sebagian anggota parlemen waktu itu. Dasar berpikir sebagian anggota parlemen waktu itu jelas. Politik tidak membutuhkan filsafat. Politik membutuhkan retorika, bukan logika.

Berfilsafat berarti bergulat dengan masalah-masalah dasar manusia dan membantu manusia untuk memecahkannya. Kenyataan ini tentu membawa filsafat pada pertanyaan-pertanyaan tentang tatanan masyarakat secara keseluruhan yang nota bene adalah juga bidang politik. Dan di situ biasanya filsafat muncul sebagai kritik. 
 
Dalam usaha kritisnya ini, filsafat menuntut agar segala klaim atas hak untuk menata masyarakat dapat dipertanggungjawabkan dengan benar dan tidak membiarkan segala macam kekuasaan menjadi mapan begitu saja tentu juga politik tidak menjadi karnaval kebodohan dan kemunafikan yang memuakkan. Dari gambaran inilah ruang imajiner kita akan dibawa pada kritik kepercayaan terhadap nilai-nilai politik sebagai kekuasaan mutaakhir yang benar-benar buas dan meresahkan.

Democrazy Agama
sehubungan banyaknya umat islam yang tertipu dan terjebak dalam perangkat demokrasi, maka penulis sedikit perlu menelanjangi lebih kritis dan memplesetkan demokrasi ke democrazy. Pasalnya, fakta membuktikan bahwa demokrasi telah menciptakan kehancuran dibanyak seminanjung negeri Arab, penyelewengan dianggap perbedaan, membela agama tegas di anggap radikalisme dan istiqamah dianggap puritanisme, itu semuanya berujung pada penandaan apa itu demokrasi.

sayangnya, bersambung dulu... :D



Post a Comment

0 Comments