MAHFUDISME - Isu berita bohong atau hoaks yang terjadi di
musim-musim seperti sekarang, tentu saja suhu perpolitikan di Tanah Air tambah
panas dan beringas. Kita tentu masih ingat bagaimana kasus hoaks Ratna
Surempaet, kasus hoaks tujuh kontainer surat suara tercoblos, atau kasus hoaks
video KH. Ma’ruf Amin menggunakan baju senterklas sambil mengucapkan selamat
hari natal.
Dari semua kasus-kasus tersebut, tentu saja
kasus hoaks seperti di atas memiliki pengaruh yang signifikan terhadap integritas
dan netralitas penyelenggara, lebih-lebih kemantapan pemilih pemula dalam
menentukan pilihannya.
Tidak hanya itu, kasus-kasus hoaks ternyata juga
berpengaruh kepada masyarakat dan kelompok tertentu sehingga dapat memunculkan
konflik dan sangat mencederai tatanan demokrasi kita.
Setelah pendaftaran kedua pasangan calon
presiden kemarin, kabar berita bohong terus di produksi secara sistematis untuk
mendulang suara peserta pemilu tertentu.
Menurut Kominfo, sebanyak 175 konten terindifikasi
hoaks sepanjang Januari 2019, dan 81 di antaranya berkaitan dengan Pemilihan
Umum.
Menurut survei Polmark Indonesia, hoaks menjadi
ancaman cukup serius. Sekitar 60,8 persen pemilih menyatakan pernah menemukan
informasi bohong dan fitnah di media sosial.
Dari jumlah
tersebut, 21,2 persen pemilih sering menemukan hoaks dan fitnah di media
sosial. Adapun 39,6 persen lainnya menyatakan jarang menemukan hal serupa.
Kondisi ini kemudian diperparah oleh para aktor dan partai politik yang abai
atas berkembangnya politik identitas dan hoaks yang tersebar di masyarakat hanya
demi meraih kemenangan.
Dari sekian banyak penyebar berita hoaks, tentu
saja perlu adanya upaya dan tindakan nyata untuk melawan segala macam hoaks
yang dimungkinkan terus melemahkan kita dalam bernegara khususnya penyelenggara
Pemilihan Umum.
Harusnya, di saat momentum pesta demokrasi
seperti sekarang, kita lewati dengan memilih pemimpin yang membahagiakan dan
mengembirakan. Mengedepankan dan mengutamakan kewarasan akal sehat yang lebih
edukatif terhadap publik.
Untuk itu, setidaknya ada beberapa hal yang
harus kita lakukan dalam memerangi berita hoaks menjelang pemilu April
mendatang.
Pertama, mari
kita dorong publik untuk bersikap kritis dan bijak dalam membaca sebuah
pemberitaan, terutama poster-poster di media sosial yang memakai judul
provokatif, dan tanpa menyertakan sumber yang jelas dan bertanggungjawab.
Jika ada indikasi berita hoaks terhadap apa
yang kita baca, jangan mencobanya untuk share
berita tersebut kepada yang lain. Gunakan prinsip verifikasi karena salah satu
instrumen dalam mencari kebenaran adalah verifikasi.
Kedua,
kesadaran setiap peserta pemilu. Mulai dari tim kampanye capres-cawapres, dan
para politikus yang bertanding di DPR-DPRD upayakan berargumen yang edukatif.
Hindari hal yang mengarah pada ujaran kebencian yang menimbulkan persepsi buruk
di masyarakat.
Ketiga,
penegak hukum. Aparat penegak hukum juga memiliki andil yang tak kalah penting
dalam menangkal berita hoaks. Tindak tegas bagi para pelaku penyebar berita
bohong sesuai dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik (UU ITE), agar memiliki efek jera.
Ini penting, mengingat ada banyak oknum dengan
mudahnya menyebarkan berita hoaks tanpa memikirkan dampak buruk yang
ditimbulkan di kemudian hari.
Keempat, respons
penyelenggara pemilu. Dalam hal ini KPU dan Bawaslu, selain menjalankan aturan seusai dengan perundang-undangan.
Juga harus cepat tanggap dalam merespons isu peting yang berkaitan dengan
berita-berita pemilu. Tentu saja ini akan mengurangi dampak berita yang masih
simpang siur di masyarakat mendapat kepastian.
Dari beberapa hal seperti di atas, seluruh komponen,
mulai dari politikus, penyelenggara, maupun pemilih akan terdidik dalam
menghadapi segala persoalan pemilu.
Kelima,
kurangnya literasi. Menurut Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia
(JPPI), budaya literasi masyarakat kita masih rendah. Gara-gara literasi
rendah, masyarakat menjadi bingung membedakan mana hoaks dan fakta. Untuk itu,
sangat penting bagi kita untuk menggalakkan budaya membaca di tiap daerah
hingga ke pelosok desa. Dengan budaya literasi yang kuat, masyarakat akan mampu
memerangi hoaks sedini mungkin.
Dengan demikian, semoga Pemilihan Umum 17 April
mendatang dapat membuktikan pesta demokrasi yang berkualitas dan berintegritas,
sehingga kehidupan masyarakat kita lebih bermartabat lagi untuk membangun Indonesia
lebih baik ke depannya.
Penulis: Moh Mahfud
Editor: MAHFUDISME
Editor: MAHFUDISME
0 Comments