MAHFUDISME - Pemimpin
adalah kemampuan seseorang dalam tingkat kematangan biologis untuk mempengaruhi
masa serta mampu memberikan contoh baik atas
apa yang dipimpin.
Sebentar lagi, Indonesia akan melaksanakan hajatan
besar dengan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, hajatan riuh ini sudah
pasti dilaksanakan 5 tahun sekali dan sangat melelahkan.
Besar harapan semua, pastilah menaruh harapan supaya
Indonesia ini maju dan sejahtera ketika pemimpin kita di Update.
Beberapa pemimpin yang telah habis masa jabatannya akan dikenang dan terkenal sebagai “orang yang pernah menjadi penting”. Namun, dari sini kita bisa
melihat dan mempelajari sejarah bagaimana setiap pemimpin pasti berbeda. Ada
tipe nasionalisme macam Bung Karno, pluralisme macam Gus Dur,
dan motoriter
macam Soeharto.
Soekarno misalnya, sangat populer sejak dulu
hingga sekarang. Ia memainkan peranan penting untuk memerdekakan bangsa
indonesia dari penjajah dan mampu mempersatukan kalangan masyarakat terdahulu. Soekarno juga
menjadi presiden terlama dalam peradaban sejarah bangsa ini (1945-1966).
Selain Soekarno, tentu masih banyak lagi sosok
pemimpin yang kita kenal sebagai panutan hidup dan semakin berjalan waktu orang yang pernah memimpin kita itu banyak benci dan tidak disukai rakyatnya sendiri, dan bahkan koleganya sendiri.
Dalam
dunia politik Indonesia, drama dan kontroversi terus beriringan demi duduk di kursi nomor wahid di negara cantik ini. Gambaran drama misalnya yang baru-baru ini terjadi, terlontar dari kicauan Sandiaga
Uno, wakil presiden dari pasangan Prabowo yang bilang Tempe Setipis ATM, harga
kebutuhan hidup di Jakarta lebih mahal dari Singapura dll. Semua itu adalah
contoh drama yang sudah mulai dipertontonkan.
Bukan hanya calon presiden dan wakil presidennya,
bahkan, yang kemarin heboh Ratna Surempaet yang merupakan Tim Nasional
Pemenangan Probowo-Sandi, ngaku-ngaku babak belur dihajar sekelompok orang
(yang tentunya ini mengarah ke pendukung Jokowi-Maruf) di bandara Bandung,
mengundang cucuran air mata semua orang. Tapi akhirnya, pengakuan Ratna yang
mau mendulang simpati bocor sebagai drama hoaks demi meraup massa.
Dari
semua peristiwa akhir-akhir ini semakin nampak, bahwa drama menjadi
pilihan paling spesial dari strategi mendulang suara. Memilih pemimpin tentu
bukan karena kita menaruh simpati dan haru. Memilih pemimpi berarti memilih
masa depan Indonesia. Kita sebagai anak-anak bangsa tidak lagi bisa dibodohi dengan
segala taktik atau trik dari seorang politisi. Penerus seperti sudah semakin
pintar dan paham, bahwa dalam dunia politik yang paling dirugikan adalah
masyarakat sipil, seperti kita, seperti kalian juga.
Ketika
dalam politik simpati atau dukungan sangatlah diperlukan bahkan dari kubu-kubu
mereka menyediakan imbalan berupa uang. Saya hanya ingin membuka pemikiran kita, bahwa dalam urusan memilih nantinya ada ditangan kita. Kita sebagai
pemilih yang punya pikiran waras dan sudah bisa menentukan masa depan di dalam
bilik pemilihan nantinya.
Saat
uang bicara dan menguras hak kita sebagai rakyat yang
demokratis, maka ketika ia menang, selama 5 tahun lamanya ia memeras keringat
kita, kesensaraan hidup ditukar dengan nilai rupiah yang tidak seberapa,
kesehatan, kelaparan, dan buruknya birokrasi akan terbiarkan karena kita sudah
dibeli.
Maka permainan bukan akhir dari hilangnya menciptakan perubahan negara,
tapi justru saat ini bangsa indonesia berada di tangan kita,
memilih
pemimpin yang jujur dan terpercaya serta yang lebih penting memilih dengan hati
nurani adalah selemah-lemahnya usaha kita dalam menciptakan
Indonesia yang lebih baik.
Penulis: Alwan Syadilah, anggota LPM Sukma dibidang design
grafis
Editor: MAHFUDISME
0 Comments