RELAWAN ASIAN GAMES DARI BANJARMASIN



MAHFUDISME Sepuluh hari yang lalu, saya menghabiskan malam  minggu di depan televisi. Ayolah jangan mencadaiku dengan kata jomblo hanya karena malam mingguan cuma di depan TV. Kamu harus catat tanggal 18 Agustus itu adalah pembukaan Asian Games. Pembukaan acara super megah yang konon menghabiskan dana triliyunan rupiah.  Tampaknya sebanding juga, karena acara ini menjadi viral di beberapa negara luar negeri, Korea contohnya. Sebergemuruh pujian datang dari seluruh penjuru tanah air. Lebih-lebih saat aksi pedangdut Via Vallen yang ketahuan lip styng salah satu yang memicu kericuhan di berbagai kolom komentar.

Tak hanya aksi bermotor presiden kita tercinta, bapak Jokowi yang bikin kagum.  Saya sempat nyeletuk kayanya bakal keren bisa ambil bagian dari panitia penyelenggara event sebesar Asian Games. Celetukanku di hadiahi senyum miring nan mengejek dari adikku. Nampaknya dia tak suka. Tapi saya serius seandainya Asian Games ada di Banjarmasin saya akan daftar jadi relawan.

Sebenarnya berkaca dari pengalaman yang sudah-sudah, kerja jadi panitia penyelennggara cuma ngasih sisa capek di badan. Kebanyakan kerjaan kita malah kaya kuli kasar. Angkat-angkat meja, ngecek mic, masang-masang spanduk kalau untuk kaum hawa biasanya jagain stand pendaftran atau absensi peserta, ngotakin konsumsi sama bantu dekor panggung, niupin balon buat dekor dan printilan kerjaan lain yang sepertinya no sense banget di tekuni mahasiswa.

Kuperjelas lagi, maksud tidak masuk akal disini adalah, buat apa sih mahasiswa  terlalu sibuk dengan pekerjaan ‘kasar’ ini? logikanya tak perlu sekolah tinggi-tinggi bukan kalo sekedar nyari pengalaman ngecek-ngecek mic, tanpa di bayar pula. Hello... kadang organisasi mahasiswa yang kebanyakan kegiatannya berjenis Event Organaizing (EO) hasil pengalaman yang dipat cuma kena bagian ngecek mic kaya gini sih. Makanya saya penasaan bagaimana rasanya bergabung jadi bagian dari Event Organizer (EO) bersekala Internasional.

Apakah sama ambil bagian dari EO bakal sekedar ngecek-ngecek mic juga? Pertanyaanku di jawab sama pak tirto, media online sebelah baru saja mengulas suka dukanya menjadi Relawan Asian Games. Ternyata sebelas dua belas sama kerjaanku di kampus.   Relawan yang kena bagian tiketing kerjanya mirip kaya kami yang jaga stand pendaftaran. Yang kena bagian Liaison Officer (LO) adalah orang-orang garda depan yang paling awal menemui keluh kesah penonton. Ini sih mirip banget sama pengalamanku jadi kakak pembimbing buat acara Perkenalan Budaya Akademik (PBAK) tahun lalu. Menjadi pembimbing PBAK mengharuskan siap dengan segala tingkah ucul (Lucu) dedek gemes. Mereka para dedek gemes ini, meski sudah di beritahu berkali-kali masih suka bingung dengan segala macam instruksi. Kadang, mahasiswa baru gak mau tahu gawai lagi kehabisan baterai atau kuota semaput. Yang mereka mau tahu, pokoknya segala macam pertanyaan dan chatting-nya di balas cepet.

Kemiripan yang bikin kaget juga,, katanya mereka yang jadi relawan ASIAN Games bahkan belum terima honor atau uang makannya sampai hari ini dan mereka cuma dapat seragam. Sama banget kaya kami-kami di kampus. Yang penting pakai baju PDHnya dulu sama ID card biar agak berkelas di depan teman-teman yang cuma jadi peserta. Wah sama saja ternyata, tidak di kampus tidak EO acara besar semboyan “Ikhlas beramal” tetap menjadi panutan. Persis semboyan Dapertemen Agama (DEPAK).

Sebagai mahasiswa yang suka ujuk-ujuk gak jelas di kampus untuk mensukseskan proker organisasi.  Turut andil dalam acara bersekala nasional saja sudah cukup prestisi bagiku. Apalagi kalo yang berskala Internasional kayak Asian Games, lumayanlah walau tak di gaji minimalnya saya bisa dapat pengalaman. Buat apa lagi pengalaman kalau bukan bisa jadi modal sombong dikit sama teman-teman. Kan jadi ada topik obrolan hot selama seminggu.

Serupa denganku Relawan yang sedang bekerja di Asian Games juga beberapa adalah mahasiswa. Bisa jadi mereka adalah mahasiswa yang kepancing stigma manis ‘mencari pengalaman’ dan terjebak prestisi ‘kuli berseragam’. Lumayan sih yang berpengalaman jadi lebih lancar ngomong pas sharing bareng adik tingkat. Atau makin didengar bicaranya kalo pas lagi ada forum. Hem... meh pengalaman nguli aja kok bangga sih.

Penulis: Anggun Rio Pratiwi (Mahasiswa semester 5 yang kini memiliki cita-cita bercahaya petromak, kelak ia menjadi relawan air mata internasional)

Editor: MAHFUDISME

Post a Comment

0 Comments