MAHFUDISME - Saya sendiri KKN tahun 2016 silam, tepatnya di Desa
Lok Batung, Kecamatan Paringin, Kabupaten Balangan. KNN yang menyimpang sejuta
kenangan, hingga sekarang barokah dari KKN bikin saya sedikit lebih lama
lulusnya dari kawan seKKN yang sudah menikmati bulan madu. Mata kuliah dan
seperangkat ritual-ritual semacam kuliah komputer, magang dan lainnya sudah
saya lakoni dan tamat semua sebelum berangkat KKN.
Untuk itulah, dalam merayakan 2 tahun pasca KKN itu
saya sedikit banyak mengulasnya untuk kalian yang sebentar lagi KKN, atau bagi
kalian yang pernah KKN berantem gara-gara lupa bayar patungan lauk-pauk juga
bisa membaca tulisan ini. Nah, saya sebagai orang yang paling sukses
memperingati karomah-karomah KKN akan membagikan pengalaman paling luhur soal
KKN untuk kamu, iya kamu yang belum bisa KKN karena SKS gak cukup-cukup.
Lalu, apa saja kejadian-kejadian tersebut, hingga
pantas saya tulis disini? Langsung saja..
Persiapan KKN
Sebelum berangkat KKN ke kampung orang, dulu, saya dan
mungkin kalian juga, sibuk menyusun program kerja apa yang bakalan dilaksanakan
di desa tersebut. Tapi selain itu, yang tak kalah peliknya saat persiapan
adalah kita amat sibuk mengelist prangkat apa saja yang bakalan dibawa,
misalnya kompor, kita debat telebih dahulu, apakah bawa kompor yang kepala satu
atau kepala dua. Perdebatan tidak berhenti disitu, selain kompor, yang tak
kalah bikin runyem perdebatan sekompok adalah kita bawa panci, piring, gelas
dan alat-alat masak lainnya jumlahnya berapa.
Disaat kita sibuk-sibuk debat soal barang, pas nyampe
di tempat KKN, segala peralatan masak malah disiapin pihak desa. Jadilah debat
soal alat-alat masak percuma.
Selain alat masak, yang jadi persoalan ketika kita
menyiapkan sebelum berangkat KKN adalah, sumbangan perorang, bahan makanan,
kita tidurnya dimana, pertamakali nyampe kita ngapain, dan semua seolah menjadi
kekhawatiran yang berlebihan. Tapi lagi-lagi pas nyampe ditempat KKN semuanya
jadi buyar.
Nyampe di Tempat KKN
Setelah semua kita persiapkan dengan matang, akhirnya
kita berangkat juga. Biasanya, ada dua jalur tumpangan menuju tempat KKN, satu
menggunakan mobil yang disiapkan pihak kampus, dan kedua menggunakan kendaraan
pribadi.
Sebelum kita benar-benar nyampe ketempat KKN, biasanya
kita dikumpulkan dalam beberapa tahap. Tahap pertama kita diberikan tausiyah
dari pihak pemerintah kabupaten, tahap kedua kita akan dikumpulkan dikecamatan
dan yang ngisi materi ceramah ya pak camat, dan barulah tahap ketiga kita
benar-benar sampe ditempat KKN, dan Pak Kepala Desanya giliran tausiyah dengan
bercerita-cerita urusan desa.
Pertama kali saya nyampe Lok Batung, saya disuruh
sambutan dengan menyampaikan “mau apa saya di desa ini”. Sudah menjadi
kebiasaan dengan urusan sambutan macam ini, jadi biasa-biasa saja. Saya
mengenalkan diri, mengenalkan yang lain dan menyodorkan program apa saja yang
bakalan kami lakukan selama ada di desa itu. Perkara masyarakat paham tidaknya
itu urusan lain. Perkara program ini berjalan atau tidak ya itu beda cerita.
Tapi intinya, ketika kita nyampe di tempat KKN, segala keilmuan yang kita
dapatkan di dunia kampus, mirip ditangan kita ada garam lalu kita taburkan
dilautan. Perkara garam itu ditabur atau tidak, ya tetep saja yang namanya air
laut itu asin. Kerdil banget ilmu ini ternyata, apalagi ketika ditemukan
langsung ke masyarakat.
Pekerjaan Sewaktu KKN
Seminggu hidup dengan lingkungan yang berbeda masih
sangat nyaman. Tapi mingu-minggu berikutnya yang sering makan hati itu teman
sekolompok sendiri, bukan masyarakat. Kadang, urusan kerja bekerja di desa
tempat KKN yang sering adalah “mengajar”. Nah, di program ini selain diuji ilmu
kita sama anak-anak sekolah, ternyata juga diuji sama temen sekolompok.
Misalnya dalam KKN sekelompok kita ganjil, 5 orang
misalnya, pasti ada satu orang yang bakalan hidupnya naas. Mau kepasar, eh satu
tertinggal, sepeda motor disediakan 2, eh satu tertinggal. Pokoknya ya begitu. Hingga
pada akhirnya kita benar-benar diuji kesabaran kita manakala ia ngambek gak mau
makan kelompok. Orang yang satu ini diomongin sama mulut sekolompok. Dia sendirian
makan dalam kamar. Berak sendiri, cuci baju sendiri, pokoknya memar orang macam
ini.
Akibat dari ketidak harmonisan ini, yang benar-benar
salah adalah orang yang membagi kelompok ini. Harusnya ya tidak ganjil. Ya gak
apa-apa dua orang asal tidak ganjil. Kalau sudah ganjil, yang terjadi dalam
pikiran kita adalah dugaan-dugaan keganjilan yang bakalan terjadi selama kita
KKN.
Cuma selain itu semua, KKN itu punya cerita haru-biru.
Besik saya yang bukan pengajar harus ngajar. Ya maklum saja, KKN tanpa program “mengajar”
ya palingan kita di desa cuma tidur, mancing, jalan-jalan dan pekerjaan yang
faedahnya sangat minimum. Selain itu, kejadian-kejadian yang paling dekat
dengan dunia KKN masih ada, seperti tempat berhantu, nyasar lalu tanya-tanya warga,
kasus atau skandal, inspeksi mendadak dosen pembimbing, kunjungan keluarga,
spot selfie dan lainnya akan kita jumpai.
Pulang KKN
Setelah selesai semua dengan air mata bercucuran
gegara mau pisah sama anak-anak kampung, selesailah masalah KKN. Yang menjadi
hantu berikutnya adalah laporan dan sertifikat KKN yang juga belum diambil,
hingga pada akhirnya kita nyadar, bahwa KKN tak akan ngebantu meningkatkan
apa-apa kecuali hanya pengalaman, KKN bukan Kuliah Kerja Nyata, tapi lebih
kepada Kau Kau Nyantai dan hanya ngabisin duit orang tua belaka. Haha…
Penulis: Moh Mahfud
Editor: MAHFUDISME
0 Comments