MAHFUDISME - Diskusi
sidang puisi yang entah bagaimana cerita selanjutnya di Kindai Seni Kreatif, Banjarbaru,
serasa akan
cerah di bawah musim kemarau dan rembulan di antara reranting. Ada burung
kutilang berulang kali berkicau bagai puisi yang tak selesai ditulis. Bagaimana
acara selanjutnya? Ada apa dengan sidang majelis puisi? Diskusi yang di namai
majelis puisi ini pada mulanya ingin memotivasi para penulis pemula untuk aktif
diskusi seperti apa puisi itu, kenapa ia menulis puisi dan bagaimana baiknya
puisi itu terhadap penilaian publik. Sebab adanya sidang puisi sebagai motivasi
atas kreativitasnya, mendapatkan motivasi sudah dianggap cukup pengaruhnya
hingga diskusi bukan sebuah kebutuhan bagi penulis itu sendiri.
Maka, jangan
heran kalau para terdakwa sekali baca, seperti sidang skripsi saja. Baik
tidaknya skripsi paling banter diterima dengan catatan direvisi. Jauh dari
sidang kopi yang berjilid kematian. Ah, Mirna. Kapan-kapan datang ke Kindai, saya
buatkan kopi kental tanpa kopi buatmu.
Sebagai
mahasiswa berjilid jilid KTM nya,
saya dihantui kata “sidang” yang selalu mengarah pada
skripsi,
dengan
bayangan akan seperti sidang majelis puisi. Mempertanggungjawabkan isi dari apa
yang ditulis mulai latar belakang, eh awal dapat ide kenapa mengambil judul ini
dan itu. Kesesuaian antara bagian depan, tengah dan belakang. Selebihnya soal
teknis penulisan mulai kutipan dari berbagai referensi. Sidang akan seperti itu
dan selalu begitu jalannya. Inti sari dari kegiatan ini sama persis seperti
sidang skripsi.
Alhamdulillah,
saudara yang tetap setia pada tulisan ini. Sidang puisi menerima pasukan supaya
jadi kebutuhan, kalau perlu bersanatlah dalam belajar puisi, dengan begitu kekaryaan
anda dapat segera di terima bahwa anda murid sekolah. Aktif menulis puisi dari
awal kuliah, berteman sama Syarif
Hidayatullah dan Moh Mahfud, ada dua metode dalam belajar puisi.
Kualitatif dan kuantitaf.
Metode
kualitatif yang saya maksud adalah seberapa sering menulis puisi dan baca karya
penyair kenamaan yang bisa dijadikan referensi serta bagaimana memulai
pergulatan pikiran ke dalam kerangka yang utuh penuh pesan menyentuh dengan
istilah puisi. Metode
kualitatif deskriftif merupakan cara kita menyampaikan isi puisi secara runut apa
pokok yang akan disampaikan dalam puisi itu meski pembaca tak dapat menerka arah
puisinya. Meski mentok bilang bahwa penulisnya ini sedang galau, di tanya kapan
kawin
Sedangkan metode kuantitatif, bagi
saya
hitung hitungan angka fulusiyah.
Saya selama aktif menulis puisi dengan sejujur-jujurnya karena nilai dari puisi
itu dapat dihitung dengan angka penghasilan. Saya yakin nama di atas juga
berjudi dengan nilai puisi itu sendiri. Misalnya media cetak Banjarmasin Post,
100 ribu
dalam sekali muat baik puisi kita satu maupun lebih. Sedang di Radar
Banjarmasin satu puisi 35.000,00,-. Lumayan angka ini bisa
mengepulkan aroma kopi.
Ada
dua kebutuhan atas angka puisi itu. Yaitu kebutuhan internal dan eksternal.
Misalnya saya selalu hadir ke acara Mingguraya sejak 2013-2015 bagian dari
kebutuhan internal, kebutuhan batin supaya dapat ilmu dari pegelaran rutinitas akhir
bulan yang setelah dipikir pikir rugi. Kebayang gak? Kita Rugi ongkos perjalanan
dari Banjarmasin ke Banjarbaru. Adakah yang mengenali perkawanan lelah
berpisah meski harus berpisah? Saya yakin ya. Karena kita dibesarkan oleh jalan
puisi sepanjang Banjarmasin-Banjarbaru. Artinya,
secara kalkulasi uang saya rugi, tapi keinginan untuk tahu selalu memanggil.
Apakah
sudah muncul idea menulis skripsi puisi? Sidang majelis puisi kita di Kindai dapatkah
dijadikan kebutuhan dari kepenulisan puisi kita? Saya kira ada kesempatan ke
sana untuk meyakinkan bahwa puisi bisa jadi sumber beberapa kebutuhan kita, sekalipun
kepenyairan di kita masih terpanggang api kritik apresiasi yang dipaksakan. Sangat
disayangkan sekali betapa kontinuitas jauh dari harapan.
“Peserta
sidang diharapkan keluar” kata moderator, kemudian para pimpinan sidang
berdiskusi. Dan skripsi saya diterima tanpa catatan Revisi.. wes itu saja mimpi saya.
Penulis: Ali
Senior, tinggal di Kabupaten Banjar
Editor: MAHFUDISME
0 Comments